REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyatakan sangat prihatin dan kecewa terhadap krisis kemanusiaan yang terjadi di Rohingya, Myanmar. Kekerasan dan pembantaian yang terjadi pada etnis Rohingya ini bukan yang pertama kali, melainkan sudah terjadi bertahun-tahun.
Fadli mengatakan, pembunuhan dan pembantaian terhadap etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar memiliki pola persis seperti genosida yang terjadi di negara-negara lain, seperti Balkan pada waktu itu. Fadli mendesak pemerintah Indonesia mengambil langkah lebih nyata mengingat kejahatan ini masih di regional Asia Tenggara.
"Ini termasuk regional kita, kawasan Asia Tenggara. Jadi, seharusnya Indonesia sebagai negara yang merupakan leader di Asean bisa mengambil langkah-langkah yang lebih nyata dan jitu," kata Fadli Zon di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (5/9).
Wakil Ketua DPR RI ini melontarkan kritik terhadap pemerintah karena dianggap lamban dalam memberikan pernyataan sikap. MenurutFadli, bantuan-bantuan juga relatif masih normatif, belum menunjukkan posisi tawar Indonesia sebagai negara besar di kawasan Asia Tenggara dan negara Muslim terbesar di dunia.
"Peran Indonesia ini sangat minimalis dalam persoalan Rohingya. Bahkan, boleh dibilang kalah dibandingkan civil society yang membangun rumah sakit, membangun sekolah, dan sebagainya yang berada di garis depan di Myanmar," ujar Fadli.
Fadli menambahkan, tindakan pembiaran yang dilakukan oleh Aung San Suu Kyi tidak menunjukkan posisinya sebagai penerima Hadiah Nobel Perdamaian. Suu Kyi tidak bisa mencegah terjadinya kekerasan dan pembantaian di wilayahnya sendiri.
Politisi Gerindra ini mempertanyakan bagaimana mungkin Suu Kyi ikut menjaga perdamaian dunia, sementara di wilayahnya saja tidak mampu mencegah kekerasan terhadap etnis Rohingya ketika dirinya secara de facto sedang berkuasa.
"Tidak pantas dia menyandang sebagai orang yang menerima hadiah Nobel di bidang perdamaian," kata Fadli.