REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dan Selandia Baru menyelenggarakan Konferensi East Asia Summit (EAS) untuk memerangi sampah plastik di laut, demikian keterangan pers Kementerian Luar Negeri yang diterima di Jakarta, Rabu (6/9).
"Laut kita menghadapi masalah serius. Setiap tahun sedikitnya 12,7 juta metrik ton sampah plastik dibuang ke laut. Sampah plastik ini tidak hanya mencemari lautan, tapi juga membahayakan kelangsungan makhluk hidup, termasuk kita," kata Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kemlu Jose Tavares.
Pernyataan tersebut Jose Tavares sampaikan saat membuka secara resmi Konferensi East Asia Summit untuk Memerangi Sampah Plastik pada 6-7 September 2017 di Bali. "Sekitar 80 persen sampah plastik di laut berasal dari daratan dan disebabkan oleh pengelolaan sampah yang kurang efektif dan perilaku buruk dari masyarakat pesisir di seluruh dunia dalam menangani sampah plastik," ujar Jose.
Menurut dia, polusi laut akibat sampah plastik tidak hanya berdampak buruk terhadap lingkungan, tetapi juga merugikan dari sisi ekonomi karena pendapatan negara dari sektor kelautan juga menurun.
"Dalam kaitan ini, EAS harus memainkan peran yang aktif dan penting. Melalui konferensi ini, diharapkan muncul berbagai solusi konkret untuk menangani permasalahan sampah plastik di laut," tuturnya.
Pemerintah Indonesia melakukan beberapa upaya dalam penanganan sampah plastik, misalnya melalui pembuatan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Sampah Plastik. Rencana itu berkaitan dengan komitmen untuk mengurangi 70 persen kontribusi Indonesia terhadap sampah plastik di laut sebelum 2025.
Konferensi East Asia Summit (EAS) untuk memerangi sampah plastik di laut itu dihadiri oleh lebih dari 85 peserta perwakilan dari negara peserta EAS, yakni dari kalangan pemerintah, swasta, akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan perwakilan Sekretariat ASEAN.
Konferensi membahas berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi saat ini dalam mengelola sampah plastik yang ada di laut dan menyoroti solusi inovatif, serta kebijakan lokal dan nasional, kemitraan swasta, publik, dan pendidikan untuk perubahan perilaku masyarakat agar berperan aktif memerangi sampah plastik.
Dalam konferensi tersebut, Delegasi Indonesia menyampaikan beberapa langkah yang telah dilakukan Indonesia untuk memerangi sampah plastik di laut, seperti penerbitan Peraturan Presiden No.16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia pada Februari 2017 dan Rencana Aksi Nasional tentang Sampah Plastik Laut 2017-2025.
Pemerintah RI juga sedang menggalakkan kebijakan mengubah sampah menjadi sumber energi. Selain itu, rencana aksi pemerintah yang lain termasuk pengembangan bio-plastic dari singkong dan rumput laut, pengelolaan sampah menjadi energi, serta pemberdayaan bank sampah.