Kamis 07 Sep 2017 18:22 WIB

Parlemen Arab Serukan Tindakan Internasional untuk Rohingya

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
Pengungsi Rohingya turun dari perahu setelah berlayar di Teluk Bengal melintasi perbatasan Bangladesh-Myanmar di Teknaf, Bangladesh, Rabu (6/9).
Foto: Mohammad Ponir Hossain/Reuters
Pengungsi Rohingya turun dari perahu setelah berlayar di Teluk Bengal melintasi perbatasan Bangladesh-Myanmar di Teknaf, Bangladesh, Rabu (6/9).

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Uni Arab dan Parlemen Arab mengecam kekerasan dan pelanggaran  di negara bagian Rakhine. Parlemen Arab, dalam sebuah pernyataan tertulis, menyerukan tindakan internasional untuk menghentikan kekerasan terhadap Muslim Rohingya, dengan berusaha untuk memperbaiki standar hidup mereka dan membantu kesulitan yang dialami kaum Rohingya.

Dilansir dari Middle East Monitor, Kamis (7/9), parlemen meminta PBB, Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN), dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk segera melakukan tindakan nyata untuk mengakhiri kekerasan yang terjadi. Parlemen Arab juga mendesak pelaku kekerasan dibawa ke Pengadilan Pidana Internasional karena melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan secara sistematis membersihkan agama dan etnis tertentu.

Secara terpisah, Uni Arab juga mengeluarkan sebuah pernyataan yang mendesak pemerintah Myanmar untuk bertanggung jawab menyelidiki pelanggaran dan meminta pelaku dibawa ke pengadilan atas tindakan mereka terhadap Muslim Rohingya. Duta Besar Saudi untuk Ankara, Walid Abdul Karim El Khereiji mengatakan negaranya sedang berusaha untuk menghentikan pelanggaran hak terhadap Muslim Rohingya di Myanmar.

Dia mengatakan Arab Saudi telah mengambil langkah-langkah untuk memindahkan pelanggaran ke platform internasional dan meminta PBB membuat keputusan penghukuman yang mendesak sebagai hasil kontak dengan Sekretaris Jenderal PBB.

Dia menekankan Arab Saudi telah secara aktif mendesak negara-negara dewan keamanan PBB untuk membahasa Rohingya dalam agenda tersebut. "Kerajaan Arab Saudi, sebagai pemimpin dunia Islam, akan melanjutkan usaha dan kontaknya untuk menemukan solusi terhadap krisis di tingkat internasional," katanya.

Menurut PBB, 123.600 Rohingya telah menyeberang ke Bangladesh. Negara Rakhine telah mengalami ketegangan antara populasi Buddha dan Muslim sejak kekerasan komunal terjadi pada 2012.

Dalam sebuah tindakan keras yang dilakukan pada Oktober lalu di distrik Maungdaw, negara bagian utara, PBB mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan termasuk bayi dan anak kecil, pemukulan brutal, dan penghilangan orang. Laporan tersebut menemukan bukti pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat keamanan yang mengindikasikan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Perwakilan Rohingya mengatakan sekitar 400 orang tewas dalam tindakan keras tersebut. Dalam beberapa pekan terakhir, pemerintah telah meningkatkan jumlah militernya di Maungdaw, dan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) mengaku bertanggung jawab atas serangan di mana puluhan orang terbunuh. ARSA mengatakan serangan tersebut sebagai tanggapan atas serangan, pembunuhan, dan penjarahan oleh tentara.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement