REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar menyayangkan kasus penyerangan dengan air keras terhadap Novel Baswedan belum menemukan titik terang. Sebab, dia mengakui, kasus tersebut telah dirancang oleh sejumlah pihak jauh hari sebelum penyerangan.
"Kasus ini bukan kasus kriminal biasa karena ada konspirasi. Kasus ini diolah sedemikian rupa oleh aktor intelektualnya agar menjadi rumit dan pelik sehingga sulit terbongkar," tutur dia kepada Republika.co.id, Jumat (8/9).
Menurut Bambang, supaya bisa terungkap para pelakunya, pihak kepolisian harus bersedia dibantu oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Namun sayangnya sampai saat ini TGPF belum juga dibentuk. Selain itu, penyelidikan harus diulang kembali dari tempat kejadian penyerangan. "Penyelidikan dimulai dari kondisi awal di TKP, lalu dikaitkan dengan masalah perseteruan antara Novel dengan Brigjen AB," tutur dia.
Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan menjadi salah satu indikator bagi keberhasilan penegakan hukum di era kepresidenan Joko Widodo. Jika kasus ini tak selesai, maka bisa menurunkan elektabilitas Jokowi.
"(Kasus Novel) menjadi salah satu indikator kesuksesan penegakan hukum di era Jokowi," tutur Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini.
Publik selama ini memandang pengusutan kasus Novel perlu disertai pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Jika TGPF yang dipandang publik penting ini tidak dibentuk, bisa memengaruhi elektabilitas Jokowi. Meski begitu, dia mengakui, besar tidaknya pengaruh tersebut tergantung pada desakan masyarakat sipil dan media massa.
"Kalau isu ini menggelinding menjadi besar, misalnya menjadi isu besar yang dibicarakan secara nasional dan internasional, tentu akan berdampak pada elektabilitas Jokowi, apalagi jika diberitakan terus-menerus," tutur dia.