REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Badan pengungsi PBB UNHCR, pada Jumat (8/9), mengungkapkan jumlah pengungsi Rohingya yang melintasi perbatasan Myanmar menuju Bangladesh kian melonjak. Hingga saat ini, UNHCR mencatat setidaknya 270 ribu pengungsi Rohingya telah tiba di zona perbatasan Bangladesh.
"Ada 270 ribu orang (Rohingya) sekarang tiba di Bangladesh untuk mencari keselamatan," kata juru bicara UNHCR Dunya Aslam Khan di kantor pusat UNHCR di Jenewa, Swiss, seperti dilaporkan laman Anadolu Agency.
Menurut Khan, waktu untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan Rohingya memang semakin mendesak. "Di tengah peningkatan dramatis jumlah pengungsi yang melarikan diri dari negara bagian Rakhine, UNHCR menyerukan tindakan mendesak untuk mengatasi akar penyebab lonjakan kekerasan baru-baru ini," ujarnya.
Sebab, saat ini, katanya melanjutkan, kamp-kamp pengungsi di zona perbatasan Bangladesh semakin sesak dan tak memadai. "Pengungsi sekarang berjongkok di tempat penampungan sementara yang telah menjamur di sepanjang jalan di lahan yang tersedia di daerah Ukhiya dan Teknaf (dekat perbatasan Myanmar)," ujar Khan menjelaskan.
Menurut Khan, saat ini pengungsi Rohingya menghadapi kondisi paling kritis dan rentan. Sebab, selain tak memiliki kewarganegaraan, mereka juga harus hidup terlunta-lunta di Bangladesh. "Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar sekarang menjadi pengungsi tanpa kewarganegaraan, membuat mereka semakin rentan," katanya.
Pada Jumat (8/9), Program Pangan Dunia PBB juga melaporkan mereka membutuhkan dana sekitar 14,8 juta dolar Amerika Serikat untuk memenuhi kebutuhan pangan para pengungsi Rohingya. Baik yang baru saja tiba atau yang telah tinggal di kamp-kamp penampungan di perbatasan Bangladesh.
Kekerasan dan krisis Rohingya telah memantik reaksi keras dunia internasional. Mereka mendesak Myanmar untuk segera menghentikan aksi brutal militernya terhadap etnis Rohingya yang memicu gelombang pengungsi.
Desakan dan tuntutan ini juga ditujukan kepada Aung San Suu Kyi sebagai pemimpin de facto Myanmar. Kendati demikian, belum ada upaya riil dari pemerintah Myanmar untuk segera menuntaskan krisis kemanusiaan ini.