REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif membantah jika KPK disebut tebang pilih atas laporan masyarakat untuk kemudian ditindaklanjuti menjadi operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Menurutnya, banyaknya laporan masyarakat memang tidak kemudian bisa langsung ditindaklanjuti menjadi OTT, jika memang tidak memiliki bukti yang cukup.
"Sudah dijelaskan Basaria, tapi khusus operasi tangkap tangan kami cari paling lengkap alat bukti dan informasi. Tidak semua OTT pakai penyadapan. Ada laporan lengkap masa kita tutup mata," ujar Laode saat dicecar Anggota Komisi III DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (12/9).
Ia mencontohkan dalam operasi tangkap tangan terhadap Dirjen Perhubungan Laut beberapa waktu lalu. "OTT susah sekali tapi kalau ada informasi akurat jadi, tidak ada pilih-pilih, kalau akurat dan ada keterangan maka dilakukan," katanya.
Laode menjawab demikian untuk menjawab pertanyaan beberapa anggota Komisi III DPR yang mempertanyakan proses laporan masyarakat yang masuk ke KPK melalui Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) untuk kemudian menjadi sebuah kasus. Sebab hal itu juga dipertegas kembali oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman selaku pimpinan RDP.
"Semua kita ingin pimpinan KPK berikan penjelasan kepada kita,tahapan dan pola penanganan kasus di KPK mulai laporan masyarakat sampai langkah hukum hingga di pengadilan, itu penting untuk dijawab "tuduhan" tebang pilih dalam penanganan kasus, hanya di daerah tertentu saja. Padahal 7000 laporan ke KPK, tapi hanya sekian yang diproses," ujar Benny.
Hal itu juga dipertanyakan oleh Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo terkait banyaknya laporan masyarakat ke Komisi III soal tebang pilih penanganan kasus korupsi oleh KPK. "Masyarakat ada di beberapa kabupaten sudah lapor ke KPK tapi aman-aman. Sementara kabupaten lain cepat sekali," ujar Bambang.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengungkap dari sekitar 3.000 laporan masyarakat ke KPK, memang setelah disaring oleh Direktorat Dumas, tidak semua memenuhi kategori tindak pidana korupsi. Sehingga kemudian tidak ditindaklanjuti menjadi pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) untuk nantinya menjadi penyelidikan.
Selain itu, Basaria mengungkap, jika pun laporan tersebut masuk tipikor, KPK akan memilah milah apakah sesuai dengan kewenangan KPK dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK apakah masuk penyelengara negara. Jika tidak sesuai kata Basaria, maka akan diteruskan ke aparat penegak hukum lain yakni kepolisian maupun kejaksaan apakah kasus tersebut sudah ditangani dan sejauh mana perkembangan kasusnya.
"Kalau tim menganggap, mengumpulkan bahan keterangan dilakukan terbuka bisa juga biasanya yang namanya jelas konfirmasi. Kemudian pengumpulan data tersebut naik ke penyelidikan. Bisa dilakukan dengan penyelidikan terbuka mengundang pihak tertentu. Bisa dilakukan penyelidikan tertutup sesuai kewenangan KPK antara lain bisa dengan penyadapan. " ujarnya.