Selasa 12 Sep 2017 13:57 WIB

Komisi III DPR Soroti Akuntabilitas Pengaduan di KPK

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (kedua kiri) bersama Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kiri), Basaria Panjaitan (kedua kanan) dan Alexander Marwata (kanan) bersiap mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (11/9).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (kedua kiri) bersama Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kiri), Basaria Panjaitan (kedua kanan) dan Alexander Marwata (kanan) bersiap mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (11/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR menyoroti mengenai mekanisme Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjaga akuntabilitas pengaduan masyarakat (dumas) karena banyak aduan ke Komisi III bahwa data tersebut digunakan untuk memeras orang di berbagai daerah.

"Bagaimana KPK menjaga akuntabilitas di Bagian Pengaduan Masyarakat KPK karena berkaitan dengan dokumen pengaduan yang disampaikan masyarakat," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman di Ruang Rapat Komisi III DPR, Jakarta, Selasa (12/9).

Benny mengatakan pimpinan KPK sebenarnya tahu banyak KPK gadungan menggunakan data pengaduan untuk sekedar mencari makan dengan memeras seseorang atau lembaga. Menurut dia, bagian Dumas di KPK bukan kumpulan "malaikat" karena ada oknum yang menjual dokumen untuk kepentingan tertentu sehingga institusi itu dituntut meningkatkan pengawasan.

"Poin kita sudah dapat bahwa Dumas bukan kumpulan 'malaikat' karena ada 'setan' yang menjual dokumen," ujarnya.

Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menegaskan bahwa KPK perlu memikirkan ulang bagaimana mekanisme pengawasan di bagian Dumas KPK karena banyak aduan yang diterimanya.

Hal itu menurut dia terkait adanya aduan masyarakat yang diperas oleh oknum di internal KPK, meyakinkan korban dengan menyebutkan bahwa tiga hari lagi ada seorang yang dipanggil KPK sebagai saksi dan ternyata informasi itu benar.

"Bagaimana sistem pengawasan internal agar tidak terjadi kebocoran agar informasi mahal tidak dipakai untuk tujuan lain," katanya. Bambang mempertanyakan bagaimana KPK mengawasi administrasi agar pengaduan masyarakat yang disampaikan ke Dumas KPK tidak dimanfaatkan untuk tujuan lain.

Direktur Pengaduan Masyarakat KPK Eko Marjono menjelaskan saat ini bagian Dumas KPK memiliki 50 orang anggota, dengan tujuh Satuan Tugas (Satgas) yang dibagi berdasarkan kementerian dan wilayah.

Dia menjelaskan setelah Dumas menerima pengaduan masyarakat, maka dipilah mana yang termasuk tindak pidana korupsi (TPK) dan bukan. "Kalau TPK, apakah dilengkapi bukti permulaan atau tidak, apakah sudah ditangani penegak hukum lain atau belum. Kalau belum apakah sesuai kewenangan KPK sesuai pasal 11 UU KPK," katanya.

Menurut Eko, setelah ditetap sesuai kewenangan KPK maka pihaknya mengumpulkan bahan dan keterangan baik kepada pihak terlapor atau pelapor. Dia menjelaskan untuk kasus strategis dipaparkan kepada Pimpinan KPK apakah naik ke penyidikan atau perlu tambahan pulbaket.

"Sementara untuk pemilihan kasus disesuaikan dengan bukti permulaan dan disesuaikan dengan arah kebijakan penanganan kasus oleh Pimpinan KPK yaitu di tahun 2017 di bidang sumber daya alam, perpajakan, penyelenggara negara dan penegak hukum," katanya.

Eko menjelaskan terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT), KPK menguji validitas informasi terlebih dahulu karena terkait akan terjadi pemerasan atau penyuapan penyelenggara negara dan penegak hukum.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement