REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi berpesan kepada pendidik maupun orang tua agar benar-benar siap mendampingi anak saat mempelajari informasi sejarah terkait peristiwa 30 September 1965. Jika pendidik atau orang tua tidak siap lebih baik tidak membiarkan anak menyerapnya secara tidak tepat.
Kak Seto menyampaikan hal itu terkait rencana pemutaran kembali film Pengkhianatan G30S/PKI yang masih menjadi pro- kontra, terutama mengenai kepantasannya bila ditonton anak-anak. "Memang, membawa kejadian dan situasi masa silam ke masa kini, boleh jadi bukan hal gampang. Film yang bagus di tangan pendidik yang buruk, tak akan banyak faedahnya. Sebaliknya, film yang buruk di tangan pendidik yang baik, manfaatnya bagi anak justru bisa berlipat ganda," ujar pria yang akrab disapa Kak Seto itu seperti dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (19/9) siang.
Kak Seto mengakui tak mudah memukul rata melarang ataupun mengizinkan anak menonton film tersebut. Apalagi, kategori anak adalah individu berusia 0 hingga sebelum 18 tahun. Tentu saja masing-masing usia memiliki dinamika psikologis yang berbeda jauh satu sama lain. Kesiapan mereka untuk menonton suatu film pun berbeda satu dan lainnya.
Karena itu, peran pendidik sangat krusial bila ingin mengizinkan anak menonton film berunsur sejarah, seperti Pengkhianatan G30S/PKI. Kalau pendidik merasa gamang, lebih baik ikuti suara hati, tinggalkan.
Kak Seto menyarankan para pendidik lebih baik mengajak anak-anak ke museum jika memang memberikan edukasi tentang peristiwa 30 September 1965 itu. "Ayo, ajak anak berkarya wisata bersama ke Museum Jenderal Nasution, Museum Jenderal Yani, dan Monumen Kesaktian Pancasila. Biarkan anak menjadi sutradara di imajinasi mereka masing-masing tentang masa kelam itu," ujar dia.