Selasa 19 Sep 2017 17:05 WIB

Tembak Mati Terduga Narkoba, Polisi Diduga Langgar Prosedur

Rep: Santi Sopia/ Red: Bilal Ramadhan
Amnesti Internasional
Foto: Amnesty International
Amnesti Internasional

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Amnesti Internasional Indonesia Bramantyo Basuki mengatakan ada dugaan pelanggaran prosedur oleh kepolisian dalam sejumlah kasus penambakan mati terduga narkotika. Pada 2017, Amnesti Internasional mencatat ada 80-an kasus tembak mati oleh kepolisian.

Angka ini meningkat tajam dari tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 18 kasus. Amnesti Internasional mempertanyakan peningkatan jumlah tersebut, termasuk dugaan pelanggaran prosedur di dalamnya.

"Misalnya satu kasus bulan Mei di Lampung, versi kepolisian ada proses tembak menembak. Sedangkan keterangan orang-orang sekitar tidak ada, tapi beberapa orang dibawa ke mobil, maka timbul pertanyaan. Pihak kepolisian harus mau melihat apakah prosedur sudah tepat belum?" kata Bramantyo usai melakukan audiensi dengan Irwasus Polri di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (19/9).

Dia juga mengatakan pascadeklarasi war for drugs (perang terhadap narkoba) oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), penembakan mati terhadap terduga pelaku narkotika oleh aparat kepolisian meningkat tajam. Termasuk setelah Jokowi menyatakan tembak mati terhadap pelaku narkotika.

"Desember Jokowi mendeklarasikan war for drugs, lalu pada Januari jumlah penembakan mati di tempat meningkat," katanya.

Bramantyo juga menduga ada korelasi antara deklarasi Jokowi dengan ekseskusi di lapangan. Dia mengaku tidak menafikkan penggunaan senjata oleh kepolisian, tetapi dia menekankan agar polisi patuh pada prosedur. "Semoga presiden lebih tertata (berucap). Kami menduga ada korelasi dengan pernyataan," kata dia.

Koordinator Human Rights Working Group (HRWG) Daniel Awigra menyebut polisi harus taat prosedur karena menyangkut nyawa manusia. Seorang yang ditembak mati, kata dia, masih terduga, belum tersangka sehingga masih punya hak membela diri atau due procces of law. Dia mengkritisi inplementasi tiga asas yaitu legalitas, kebutuhan dan proporsionalitas.

"Orang enggak bawa apa-apa, ditembak kan enggak proporsional, sudah ada belum tembakan peringatan tiga kali ke atas? Berapa orang yang harus diinvestigasi dulu di lapangan?" kata dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement