Rabu 20 Sep 2017 19:02 WIB

Masjid Tua di Cina Telah Berganti Wajah

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agung Sasongko
Warga Muslim Hui Cina mengisi waktu dengan membaca Alquran di Masjid Niujie, Beijing
Foto: AP
Warga Muslim Hui Cina mengisi waktu dengan membaca Alquran di Masjid Niujie, Beijing

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Bangunan masjid di Cina pada umumnya mengadopsi bentuk bangunan tradisional setempat lalu memadukannya dengan motif atau dekorasi Islami. Misalnya, dekorasi yang digunakan tak hanya berupa kaligrafi Arab, tapi juga lukisan-lukisan tradisional Cina. Perpaduan semacam itu banyak dijumpai di Linxia, kota yang tak hanya jadi rumah bagi banyak Muslim, tapi juga jadi oase di tengah kehidupan urban.

Selain bangunan masjid tua, ada pula bangunan masjid yang usianya lebih muda. Pada abad-abad awal kehadiran Islam, Muslim Cina secara khusus menempuh perjalanan ke barat, terutama ke kota suci Makkah untuk mendalami Islam dan menunaikan ibadah haji. Perjalanan tersebut membutuhkan waktu sekitar dua tahun.

Hari ini, Cina terkoneksi dengan dunia secara terbuka dan berdampak pada perkembangan arsitektur di sana, termasuk masjid. Banyak masjid tua yang mengalami renovasi sehingga tampak lebih kekinian, dengan kubah dan menara yang sama sekali tak berakar pada tradisi Cina.

Hal ini dapat dilihat antara lain pada Masjid Yongning atau Masjid Naijahu milik keluarga Na di Ningxia, di dekat Taman Budaya Hui. Desain bangunan ini lebih banyak terinspirasi dari Taj Mahal di India.

Masjid-masjid baru yang menggunakan desain nontradisional Cina ini merupakan contoh perubahan dari desain tradisional ke arah desain yang lebih umum. Alhasil, model bangunan untuk tempat ibadah umat Buddha, Tao, Konfusianis, dan masjid jadi tampak serupa.

Adapun yang bertahan dari masjid abad 14 dan masjid-masjid abad 20 adalah fleksibilitasnya. Semua masjid dibangun menggunakan rangka kayu, beratap genting keramik, bentuk bangunan simetris, taman keliling berbentuk persegi, dan bangunan terlindung di balik din ding yang sekaligus menempel gerbang utama.

Karena itu, untuk mengubah bangunan istana atau kuil tradisional Cina menjadi masjid hanya mengubah arah bangunan, yakni menjadi ke arah Baitullah di Makkah atau di masyarakat Cina dikenal dengan menghadap ke barat.

Dalam satu kompleks bangunan, tempat ibadah utama ada di bangunan utama. Semen tara bangunan lain bisa menjadi kelas, kantor, tempat wudhu, atau kamar tamu. Di beberapa negara Islam, fungsi-fungsi ruangan itu juga kadang terpisah seperti ruang tersendiri untuk madrasah, kuttab, khanaqah, imaret, dan lain nya. Hal serupa juga tampak pada bangunan agama lain di Cina, seperti kompleks rumah ibadah Buddha dan Tao.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement