REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), pada Kamis (21/9), telah memberikan pidato dalam sidang Majelis Umum PBB yang digelar di New York, Amerika Serikat (AS). Dalam pidatonya, JK menekankan tiga pokok untuk mencapai kedamaian dan kehidupan yang layak bagi semua di dunia.
Terkait perdamaian, JK mengatakan bahwa hal itu tidak pernah diberikan. Ia menegaskan bahwa kedamaian harus dikembangkan dan dipelihara melalui dialog, inklusivitas, penyelesaian sengketa damai, serta penghindaran kekerasan.
Dalam konteks ini, menurutnya, penting bagi PBB untuk mengambil peran inti. Kita harus mengembangkan PBB sebagai institusi global yang kuat yang menekankan pada pemeliharaan perdamaian, keamanan, dan stabilitas, ujarnya, seperti dikutip laman United Nation News Centre.
Kunci terkait hal ini, kata JK, adalah memastikan bahwa reformasi PBB menghasilkan efektivitas yang kuat dan relevan bagi persatuan bangsa-bangsa. "Ini juga alasannya Indonesia mendukung reformasi PBB," katanya menerangkan.
Pokok berikutnya, JK menyinggung tentang perlunya sinergi antara mempertahankan perdamaian dan agenda pembangunan. Ia menekankan bahwa perdamaian dan stabilitas harus diupayakan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
Terkait hal ini, JK mencatat Sasaran Pembangunan Berkelanjutan dan Kesepakatan Iklim Paris sebagai komitmen global yang telah disetujui harus diterjemahkan dalam aksi serta tindakan nyata.
Pokok utama lainnya yang disampaikan JK adalah perihal memerangi terorisme, radikalisme, dan ekstremisme. Ia menilai saat ini muncul kebutuhan mendesak terkait rencana aksi dan kemitraan global untuk menanggulangi ketiga problem tersebut.
JK mengatakan untuk mengatasi terorisme dan radikalisme, maka akar kedua masalah tersebut juga harus ditangani, antara lain kemiskinan ekstrem, buta huruf, dan pengangguran generasi muda dalam skala besar.
"Dalam banyak kasus, radikalisme menjadi terorisme berasal dari pemuda yang marah yang berpikir tidak ada harapan karena negaranya telah hancur akibat kombinasi daripemerintahan yang otoriter dan invasi dari negara besar," kata JK.
Indonesia sendiri, lanjutnya menerangkan, telah mengadopsi pendekatan komprehensif untuk mengatasi terorisme, radikalisme, dan ekstremisme. Hal ini dilakukan dengan mengombinasikan pendekatan keras dan lunak, memperkuat peraturan perundang-undangan, mendorong keterlibatan masyarakat, serta menjalin dialog lintas agama.