REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BPJS Kesehatan akan meminta bantuan dana langsung dari pemerintah sebesar lebih dari Rp 3 triliun untuk tahun 2017. Direktur Kepatuhan, Hukum dan Hubungan Antarlembaga BPJS Kesehatan Bayu Wahyudi mengatakan, bantuan tersebut dibutuhkan untuk menutup defisit yang tahun ini diperkirakan akan mencapai Rp 9 triliun.
"Kita menginginkan ada bantuan dari pemerintah untuk tahun ini tiga sekian triliun agar tidak ada stagnansi dalam pembayaran dan layanan," ujarnya, dalam konferensi pers usai rapat koordinasi di Auditorium Kementerian Perdagangan, Senin (25/9).
Bayu menjelaskan, defisit yang besar tersebut terjadi karena selama hampir empat tahun era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berjalan, pendapatan yang diterima BPJS dari iuran peserta jumlahnya selalu lebih kecil dibanding pengeluaran. Ini karena iuran yang ditetapkan untuk peserta nilainya lebih kecil dari yang seharusnya.
Untuk peserta BPJS Kesehatan kelas dua, tutur Bayu, mereka hanya membayar iuran Rp 51. 000, padahal idealnya Rp 68.000. Sementara, peserta BPJS kelas tiga, hanya diwajibkan membayar iuran Rp 25.500, jauh lebih kecil dibanding nilai yang seharusnya Rp 53.000.
Tak hanya itu, saat ini juga tercatat ada 92,4 juta masyarakat yang termasuk dalam kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI). Mereka adalah kelompok masyarakat miskin yang iurannya dibayari pemerintah.
Karena itu, untuk menutupi selisih tersebut, maka pemerintah membayar kekurangannya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 yang menyebut bahwa pendapatan BPJS berasal dari iuran dan bantuan pemerintah. Menurut Bayu, sejak 2014 lalu, total bantuan yang telah diberikan pemerintah pada BPJS Kesehatan mencapai Rp 18,84 triliun.