Kamis 28 Sep 2017 10:56 WIB

Pernyataan Mendikbud Soal Film PKI Dinilai Berlebihan

Rep: Muhyiddin/ Red: Andi Nur Aminah
  Warga antusias menonton pemutaran film G30S/PKI (ilustrasi)
Foto: Putra M. Akbar
Warga antusias menonton pemutaran film G30S/PKI (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Muhajir Effendy yang melarang siswa SD dan SMP menonton film Penghianatan G30S PKI dengan alasan film itu dinilai bukan konsumsi untuk anak-anak. MUI menilai pernyataan tersebut berlebihan.

"Kebijakan tersebut saya nilai berlebihan, karena film tersebut menurut izin tayang dari LSF masuk dalam klasifikasi usia 13 tahun ke atas atau usia remaja. Kalau untuk anak siswa SD mungkin bisa masuk katagori yang dilarang, tetapi kalau untuk anak siswa SMP saya kira tidak," ujar Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/9).

Karena, lanjut dia, rata-rata usia anak SMP itu sudah masuk usia 13 tahun ke atas. Jadi, menurut dia, kalau dasar pertimbangan dari larangan tersebut karena batasan usia, maka larangan tersebut tidak tepat.

Zainut juga meyakini Lembaga Sensor Film (LSF) memiliki argumentasi kuat mengapa film tersebut bisa ditonton untuk anak usia 13 ke atas atau usia remaja. "Karena film ini memang sangat penting ditonton oleh remaja untuk memberikan pemahaman sejarah perjalanan bangsa, sekaligus untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme kepada mereka," ucapnya.

Zainut juga merasa khawatir kebijakan tersebut menjadi kontraproduktif dan menambah kegaduhan baru. Namun, Zainut yakin larangan tersebut tidak akan efektif, karena masyarakat sudah dewasa menentukan pilihannya sendiri secara cerdas dan bertanggung jawab. "Menjadi sangat aneh justru Pak Mendikbud malah melarang, yang seharusnya menjadi orang pertama yang menganjurkan untuk menonton," kata Zainut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement