REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif meminta majelis hakim MK membatalkan hak angket DPR terhadap lembaga yang dipimpinnya. Menurutnya tidak menutup kemungkinan hak angket juga bisa menyasar institusi hukum lain seperti kepolisian dan kejaksaan.
"Kepolisian, kejaksaan bisa mengalami hal yang sama. Bahkan MA dan MK pun bisa mengalami hal yang sama jika diintervensi secara politik," kata Laode di Gedung MK, Kamis (28/9).
Laode menjelaskan sudah menjadi norma umum di dunia bahwa proses hukum tidak dicampuri proses politik. Proses hukum tidak boleh terintegrasi dengan proses politik. "Dalam proses penegakan hukum di seluruh dunia, ini norma umum bahwa nggak boleh proses hukum terintergasi dengan proses politik," ujarnya.
Menurutnya kepolisian atau kejaksaan bisa menjadi objek hak angket, akan tetapi tidak masuk ranah penegakan hukumnya. Hal itu sebagai bagian dari eksekutif, misalnya terkait manajemen, keuangannya.
"Itu boleh. Tapi kalau misal polisi atau jaksa menetapkan tersangka, itu tidak bisa jadi objek angket," katanya menambahkan.
Sebagai kelembagaaan, KPK, menurut dia, memang memang tidak bisa menjadi objek hak angket. Dia menyebut lahirnya Pansus Angket karena ada penetapan tersangka oleh KPK terhadap Miryam S Haryani terkait pemberian keterangan palsu dalam persidangan kasus korupsi KTP-elektronik.