REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi W. Eddyono menilai ada problem jangka waktu dan problem hukum acara dalam praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov). Menurut dia, sidang tersebut juga tidak jelas.
"Praperadilan itu tidak jelas dan abu-abu antara perdata dan pidana yang tentunya melahirkan situasi ketidakpastian hukum. Dan masih banyak lagi persoalan lain," katanya melalui keterangan tertulis, Jumat (29/9).
ICJR menarik beberapa catatan terkait dikabulkannya sebagian praperadilan Setnov oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. ICJR mendesak pemerintah menerbitkan aturan transisi berupa Peraturan Pemerintah untuk mengatur Hukum Acara Praperadilan yang lebih komprehensif. Namun perlu digarisbawahi, catatan ICJR, kata Supriyadi, tentu saja tidak terlepas dari belum adanya aturan yang komprehensif soal praperadilan.
"Meski PERMA Nomor 4 tahun 2016 sudah hadir, namun belum mampu menutup celah yang masih banyak muncul," kata Supriyadi.
ICJR mendorong agar pemerintah segera memperhatikan keadaan ini dengan mengambil langkah-langkah cepat dan responsif, salah satunya dengan cara menerbitkan aturan transisi berupa Peraturan Pemerintah untuk mengatur Hukum Acara Praperadilan yang lebih komprehensif.
Hakim PN Jakarta Selatan hari ini mengabulkan gugatan praperadilan Setnov melawan KPK. Hakim memutuskan status tersangka pada Setnov tidak sah. Setnov ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP pada 17 Juli lalu oleh KPK, namun akhirnya gugatan praperadilan Setnov dimenangkan hakim dengan beberapa alasan.