REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) membantah anggapan Perppu Ormas yang diterbitkannya bersifat represif. Ia menegaskan, penetapan Perppu Ormas bersifat demokratis dan terbuka.
Hal ini disampaikan menanggapi pernyataan salah satu peserta yang menyebut Perppu Ormas bersifat represif dalam acara Persatuan Islam (PersIs) se-Bandung Raya di masjid PP Persis, Bandung, Selasa (17/10).
"Pembuatannya demokratis. Kan ada DPR. Setuju atau tidak setuju kan bisa saja di tolak. Kan bisa juga diajukan ke MK. Represif itu kalau saya mau ini kamu harus ini, kan tidak seperti itu. Mekanisme hukum itu bisa dibatalkan oleh MK itu kan bisa kalau tidak sesuai dengan UUD," jelas Jokowi, dikutip dari siaran resmi Istana, Rabu (18/10).
Presiden mengatakan, penyusunan Perppu Ormas sudah melewati berbagai macam kajian. Dari kajian tersebut disimpulkan perlunya sebuah aturan untuk menangani hal-hal yang berkaitan dengan eksistensi negara. Karena itu, pemerintah menerbitkan Perppu Ormas.
"Kajian sudah lama, ada kajian di Menkopolhukam. Ada pengumpulan data-data. Semuanya baik data berupa video, buku-buku, tertulis. Dari sana dilihat semuanya dari semua sudut keamanan, kebangsaan, ketatanegaraan, kesimpulan yang ada saat itu memang dibutuhkan sebuah perppu," kata Presiden.