REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Amanat Nasional (PAN) menegaskan konsisten untuk menolak Perppu Ormas dengan catatan. Anggota Komisi II Fraksi PAN, Yandri Susanto menjelaskan, catatan yang diusulkan PAN dengan cara kembali ke Undang-Undang Ormas.
"Kita kembali saja ke revisi undang-undang 17 tahun 2013, kalau pengadilan itu (dirasa) terlalu panjang, mungkin bisa perpendek waktunya. Sanksi-sanksi lain juga bisa (direvisi)," ujar dia saat ditemui selepas Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Perwakilan Pemerintah di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (19/10).
Yandri menjelaskan, inti dari penolakan PAN terhadap Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tersebut adalah tafsir tunggal anti-Pancasila yang saat ini hanya dapat diartikan oleh pemerintah. Perppu jika sudah disahkan menjadi undang-Undang, lanjut dia, akan berlaku sepanjang Republik Indonesia ada, akan tetapi penafsirannya akan berbeda ketika pemerintahan digantikan atau beralih.
"Kalau besok 10 tahun yang akan datang mendagri berganti, pemerintahan berganti, tafsir juga bisa beda. Karena di Perppu ini kan tidak dijelaskan, kriteria apa orang melanggar Pancasila itu kan nggak," jelas dia.
Sebab itulah, kata dia, PAN yakin untuk tetapi menolak Perppu Ormas tersebut. Yandri menjelaskan, penolakan PAN terhadap Perppu Ormas bukan berarti PAN merupakan salah satu dari kelompok anti-Pancasila. "Tapi kami ingin negeri ini ke depan dibangun, jangan sampai pada politik balas dendam," jelas dia.
Melihat banyaknya fraksi koalisi pemerintah yang mendukung Perppu Ormas, Yandri mengatakan, PAN tidak menghiraukan hal tersebut. Saat ini, lanjut dia, yang terpenting bagi PAN adalah untuk mengupayakan Undng-Undang Ormas menjadi lebih sempurna.
"Nggak apa-apa, itu namanya kan demokrasi. (Jika) nanti pada akhirnya kalau itu menjadi undang-undang, seluruh indonesia harus patuh," ujar dia mengakhiri.