REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pihak Mabes Polri melunak soal rencana pendirian Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor). Sudah menggadang-gadang dana sebesar Rp 2,7 triliun guna operasional densus tersebut, Mabes Polri menyatakan pasrah bila rencana itu ditolak pemerintah.
"Itu kita sudah persiapkan. Tapi kalau nanti pemerintah ada keputusan lain, mungkin kita ikut," kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di Mabes Polri, Jumat (20/10).
Setyo menuturkan, Polri sudah menyiapkan struktur yang organisasi dan tata lembaga yang masih dikaji. Anggaran juga sudah dipersiapkan. Polri juga telah membahas perkara pembentukan Densus Tipikor tersebut dengan sejumlah pihak termasuk Kemenko Polhukam. Namun, menurut Setyo, hasil pembahasan tersebut masih belum bisa disampaikan dahulu.
Setyo beralasan, pembahasan masih dalam pengkajian mendalam. "Di samping itu, kami terus mempersiapkan diri kalau memang ini diizinkan pemerintah, kita siap. Kita sudah persiapkan segalanya," ujar dia.
Ia belum bisa memprediksi persentase kesiapan Densus Tipikor ini. Namun, dia optimistis rencana densus ini bisa terealisasi. Di samping itu, pada akhir tahun 2017 ini Polri telah menyiapkan tempat di Polda Metro Jaya sebagai lokasi berkantor detasemen tersebut.
Menurut Setya, akan ada pelatihan khusus untuk calon personel Densus Tipikor, khususnya dalam hal ini persiapan penyidik. Kendati demikian, Setyo belum bisa menjelaskan secara perinci bagaimana pelatihan khusus penyidik densus tipikor tersebut. Yang jelas, calon penyidik diharuskan menguasai penyidikan masalah korupsi.
Seperti dalam pernyataan sebelumnya, pihak Mabes Polri juga meyakini densus tidak akan tumpang tindih dengan KPK. Polri akan memperbaiki standar operasional prosedur untuk berkoordinasi lebih lanjut dengan Kejakgung. "Nanti kita perhalus lagi dalam SOP-nya seperti apa karena semangat pembentukan Densus Tipikor untuk membantas korupsi yang masih masif, masih terjadi di mana-mana," tutur Setyo.
Rencana pembentukan Densus Tipikor bersamaan dengan gencarnya anggota DPR menggelar hak angket KPK. Hak angket itu sejauh ini menyimpulkan ada sejumlah penyelewengan yang dilakukan KPK dalam penindakan tipikor.
Meski begitu, sejumlah pihak termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan kekhawatiran atas rencana pembentukan tersebut. Wapres menilai pembentukan densus akan tumpang tindih dengan tugas pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK dan kejaksaan, serta fungsi pengawasan yang dilakukan berbagai inspektorat.
Pada Kamis (19/10), Menko Polhukam Wiranto menyatakan, usulan pembentukan Densus Tipikor baru sekadar pembahasan. “Saat ini masih prematur, nggak perlu diributkan, diperdebatkan, nanti akan dibahas secara saksama," kata Wiranto.
Wiranto menyebutkan, Presiden Joko Widodo sudah menjelaskan, usulan pembentukan Densus Tipikor sekarang sedang digodok Polri yang merupakan bagian dari semangat untuk mengambil bagian dalam penanggulangan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebelum dibahas di rapat terbatas kabinet, usulan itu akan dibahas dulu di Kemenko Polhukam termasuk manfaat dan mudaratnya. Setelah itu, nanti baru masuk ke ratas dipimpin Presiden dan Wapres.
Mengenai alat kelengkapan Densus, Wiranto mengatakan belum bisa dibahas karena masih usulan. "Perbincangan bukan di publik tapi di institusi terkait itu dulu, setelah itu ke DPR, sekarang masih prematur, baru usulan kok," katanya.
Sementara itu, Jaksa Agung M Prasetyo menilai, permintaan Polri pada Kejaksaan Agung untuk mempersiapkan tim untuk Densus Tipikor yang masih direncanakan adalah permintaan yang terlambat. "Kita sudah punya tim khusus, terlambat kalau minta kita bikin tim khusus. Kalian tahu sendiri, sudah kerja siang malam mereka sejak tahun awal 2015 kita sudah punya," ujar Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jumat (20/10).
Terkait pembentukan Densus Tipikor ini, menurut Prasetyo, pada intinya adalah bagaimana setiap instansi dapat bekerja mencegah dan memberantas korupsi dengan maksimal. Untuk tim penuntutan khusus tindak pidana korupsi, Kejakgung telah memiliki Satuan Tugas Khusus Penangganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgasus P3TPK).
"Jadi kalaupun Polri mau bikin densus ya silakan saja. Itu kan struktur mereka. Kita tidak perlu harus mengikuti struktur yang ada di instansi lain," ujar dia. Jika Densus Tipikor itu jadi dibentuk, Prasetyo mempersilakan Densus untuk berkoordinasi dengan Kejaksaan sehinga pemberantasan korupsi bisa selaras, harmoni, bersinergi dan hasilnya diharapkan optimal. Kejakgung berkukuh akan terus mengikuti ketentuan KUHAP.
Berdasarkan KUHAP, alurnya adalah, hasil penyelidikan dan penyidikan dari penyidik itu diserahkan kepada penuntut umum jaksa untuk diteliti. "Di situ ada fungsi kontrol. Jadi tidak perlu harus khawatir bolak-balik, satu atap pun bisa terjadi bolak balik karena sempurna," kata Prasetyo.
(Editor: Fitriyan Zamzami).