REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal TNI Gatot Nurmantyo ditolak masuk ke Amerika Serikat oleh otoritas setempat pada Sabtu (21/10). Kementerian Luar Negeri RI melalui Kedutaan Besar RI di Washington DC telah mengirimkan nota diplomatik kepada Kemenlu AS untuk meminta klarifikasi terkait kejadian tersebut.
"Permintaan tersebut diperkuat dengan nota diplomatik Kemenlu RI ke Kedutaan Besar AS untuk Indonesia di Jakarta," ujar Menteri Luar Negeri RI Retno Lestari Priansari Marsudi, Ahad (22/10).
Menurut Menlu, pihaknya juga sudah melakukan pembicaraan via telepon dengan Duta Besar AS untuk Indonesia Joseph Donovan. Dubes AS diketahui sedang tidak berada di Jakarta. "Dubes AS juga sedang menunggu info dari capital (pusat pemerintahan AS di Washington DC—Red)," kata Retno.
Karena Dubes AS sedang tidak berada di Jakarta, Wakil Dubes AS Brian McFeeters akan dimintai keterangan oleh Kemenlu. Pertemuan dijadwalkan pada Senin (23/10) di kantor Kemenlu RI.
Kabar ditolaknya Panglima TNI masuk ke AS oleh otoritas setempat mengemuka pada Sabtu. Hal itu kemudian dijelaskan oleh Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal TNI Wuryanto dalam keterangan pers di kantor Panglima TNI, Jakarta, Ahad (22/10).
Dia menjelaskan, sedianya Panglima TNI akan menghadiri acara Chiefs of Defense Conference on Country Violent Extremist Organization yang akan dilaksanakan pada Senin (23/10) sampai Selasa (24/10) di Washington DC. Panglima TNI mendapatkan undangan resmi yang dikirim oleh Panglima Angkatan Bersenjata AS Jenderal Joseph F Durford Jr.
"Panglima TNI mengirim surat balasan tersebut karena menghormati Jenderal Joseph F Durford Jr yang merupakan sahabat sekaligus senior Jenderal TNI Gatot Nurmantyo," kata Wuryanto.
Menurut dia, Panglima TNI beserta istri dan delegasi telah mengurus visa dan administrasi lainnya untuk persiapan keberangkatan pada Sabtu. Sesuai rencana, Panglima TNI bersiap berangkat menggunakan maskapai penerbangan Fly Emirates melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
Namun, beberapa saat sebelum keberangkatan, ada pemberitahuan dari maskapai penerbangan bahwa Panglima TNI beserta istri dan delegasi tidak diperbolehkan memasuki wilayah AS oleh US Custom and Border Protection.
Setelah itu, menurut Wuryanto, Panglima TNI melapor ke Presiden RI Joko Widodo melalui ajudan, Menlu RI, dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Jenderal (Purn) Wiranto. Panglima TNI juga telah berkirim surat kepada Jenderal Joseph F Durfort Jr dan saat ini masih menunggu penjelasan atas insiden tersebut.
Lebih lanjut, Wuryanto mengatakan, Panglima TNI beserta istri dan delegasi memutuskan tidak akan menghadiri undangan sampai ada penjelasan resmi dari pihak AS. Sebelum ini, Panglima TNI pernah mengunjungi Negeri Paman Sam beberapa kali tanpa ada masalah. Terakhir, Panglima TNI mengunjungi AS pada Februari 2016.
AS Minta maaf
Penolakan AS atas kunjungan Panglima TNI kali ini bukan yang pertama kali menimpa para petinggi militer Indonesia. Mantan panglima ABRI Jenderal (Purn) Wiranto dan mantan komandan jenderal Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto juga ditolak karena dianggap bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia pada 1998.
Pada Oktober 2009, otoritas Negeri Paman Sam juga menolak kunjungan mantan pangdam jaya Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin saat yang bersangkutan menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan. Saat itu, Sjafrie hendak mendampingi presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Terkait insiden yang menimpa Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Duta Besar AS untuk Indonesia Joseph Donovan telah meminta maaf kepada Menteri Luar Negeri RI. Berdasarkan pernyataan pers Kedutaan Besar AS yang diterima Republika, Ahad (22/10), Kedubes AS terus berhubungan dengan staf Panglima TNI untuk menuntaskan masalah tersebut.
"Kedutaan Besar AS siap memfasilitasi perjalanan Jenderal Gatot ke AS. Kami tetap berkomitmen pada kemitraan strategis dengan Indonesia sebagai jalan untuk menghadirkan keamanan dan kemakmuran bagi bangsa dan masyarakat kedua pihak," tulis Kedutaan Besar AS.
(Marniati/Rizkyan Adiyudha, Editor: Muhammad Iqbal)