REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya membongkar sindikat penipuan dengan modus menebar dokumen penting untuk menjaring korbannya, yang telah beraksi di lintas provinsi, dan mendapatkan hasil miliaran rupiah selama empat tahun terakhir.
Kepala Polrestabses Surabaya Komisaris Besar Polisi Muhammad Iqbal mengungkap seluruh pelaku dalam sindikat ini berasal dari Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan.
"Ada delapan pelaku, semuanya berasal dari Sidenreng Rappang. Mereka telah beraksi berpindah-pindah tempat di berbagai wilayah provinsi, tak cuma di Jawa Timur saja," ujarnya dalam jumpa pers di Surabaya, Ahad.
Dia menjelaskan modus pelaku adalah menjaring korban dengan cara menebar dokumen penting di jalanan. Kebanyakan dokumen yang disebar berupa Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan cek senilai Rp3,4 miliar.
"Tentu SIUP dan cek yang disebar di jalanan adalah palsu," ucap Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Surabaya Ajun Komisaris Besar Polisi Leonard Sinambela.
Harapannya dokumen palsu yang terlihat sangat penting itu akan dikembalikan oleh orang lain yang menemukannya.
"Di dokumen itu ada nomor teleponnya, penemunya yang berniat mengembalikan dokumen tersebut pasti menghubungi nomor yang tertera," katanya.
Saat menghubungi nomor telepon itulah, Leonard mengatakan, pelaku kemudian berupaya menggiring korban ke mesin anjungan tunai mandiri (ATM).
"Pertama, pelaku mengucapkan terima kasih karena telah menemukan dokumennya. Lalu mengatakan akan memberi imbalan senilai Rp 100 juta melalui transfer bank. Dalam tahapan ini pelaku berpura-pura menanyakan nomor rekening korban untuk memulai proses transfer," ujarnya, menerangkan.
Selanjutnya, korban yang merasa transfer imbalannya belum masuk, karena sebenarnya memang tidak pernah ditransfer, kemudian digiring ke mesin ATM.
"Menggiringnya via telepon, alasannya untuk melihat uang imbalan yang telah ditransfer. Namun korban justru dipandu untuk menransfer uang dari ATM-nya ke rekening pelaku," ucap Leonard.
Delapan pelaku yang diringkus berinsial IR, usia 34 tahun, MY (36), RF (32), SD (30), JA (40), AM (41), A (30), dan S (47), yang dalam kejahatan ini memiliki peran masing-masing, mulai dari menebar dokumen di jalanan, hingga sebagai operator telepon.
"Selama beraksi di Surabaya, mereka mengontrak satu rumah di kawasan Malyorejo," katanya.
Penyelidikan polisi mengungkap sindikat kelompok ini telah beraksi berpindah-pindah tempat lintas provinsi selama empat tahun terakhir. Rata-rata per bulan bisa menghasilkan Rp50 juta, sehingga selama empat tahun terakhir mereka telah meraup keuntungan sedikitnya Rp 2,4 miliar dari para korbannya.