REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto berpendapat, masyarakat tidak seharusnya membandingkan pengungkapan kasus meme Setya Novanto dengan kasus penyerangan Novel Baswedan. Pasalnya, dua kasus tersebut berbeda secara teknis.
"Bahwa kalau masyarakat mengatakan, ini kok cepat, ini kok cepet, beda sekali ya. Kasus meme (Setnov) itu gampang sekali diungkap, tetapi kasus yang lain dengan bukti yang minim juga sangat susah untuk diungkap," ujar Setyo di Mabes Polri, Jakarta (7/11).
Menurut Setyo kasus penyerangan Novel Baswedan termasuk dalam kasus dengan bukti yang minim. Karena fakta di lapangan dan bukti yang minim itu, terdapat sejumlah kasus yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk diungkap. Hal tersebut merupakan proses terus menerus yang dijalani penyidik kepolisian.
Penyidik, kata Setyo beralasan, harus melakukan penyidikan berdasar fakta yang terjadi dengan metode yang telah menjadi standar operasi prosedur penyidik Polri. "Harus dipahami betul bahwa kita tidak boleh berandai-andai deduktif dan induktif, bukti-bukti dan saksi fakta-fakta di lapangan," kata Setyo.
Setyo kembali memastikan, penyidik Polri juga masih berusaha keras untuk mengungkap sketsa wajah dan segala macam informasi-informasi pendukung unyuk mengungkap kasus penyerangan Novel. "Yang didapat itu kita kumpulkan sedikit demi sedikit ya, yang penting kita ingin mengungkap upaya-upaya untuk mengungkap tetap dilaksanakan," ujar Setyo.
Novel Baswedan mengalami penyerangan berupa penyiraman air keras berjenis Asam Sulfat atau H2SO4 pada Selasa (11/4). Sampai saat ini, pria yang menangani kasus megakorupsi KTP-El itu pun kini menjalani perawatan intensif di Singapura untuk menyembuhkan penglihatannya imbas penyerangan itu.