REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyatakan, seharusnya pemerintah memenuhi fasilitas, sarana dan prasarana, serta mutu pendidikan yang merata di berbagai daerah sebelum melakukan sistem zonasi sekolah. Sebab, sistem zonasi sekolah diklaim telah menimbulkan masalah baru.
"Siswa yang kreatif dan inovatif, akan memilih sekolah yang bermutu dan bisa meningkatkan kualitas pendidikannya, dan belum tentu sekolah yang diidamkan anak tersebut berada didaerah zonasi yang telah ditetapkan," ungkap presidium FSGI Fahmi Hatib saat dihubungi Republika, Selasa (14/11).
Fahmi menyebut, mutu pendidikan di daerah masih sangat minim. Sehingga dengan sistem zonasi tersebut, putra dan putri di daerah tidak bisa lagi mengenyam pendidikan dan meningkatkan kualitas pendidikannya ke luar daerah, karena terbatas sistem zonasi.
"Di era modern ini, seharusnya diberikan kebebasan terhadap siswa utk memilih sekolah yang bermutu," tegas Fahmi yang juga mengajar di SMAN 1 Monta Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.
Fahmi mengatakan, pemerintah seharusnya mengutamakan pemenuhan standar sarana dan prasarana, maupun standar pendidik dan tenaga kependidikan disetiap sekolah. Misalnya dengan membangun ruang laboratorium IPA, gedung perpustakaan sekolah, bengkel untuk praktek di SMK, ruang kreativitas siswa (seni budaya), serta menambah ruang kelas.
"Hal itu seharusnya dijadikan keseriusan pemerintah, jika ingin menekan diskriminasi di sekolah disetiap daerah," jelas Fahmi.
Selain itu, dikatakan dia, peogram zonasi sekolah tersebut dibarengi dengan pembangunan dan pengoptimalan balai pelatihan guru di setiap kabupaten atau kota. Sehingga, pelatihan guru dapat dilakukan secara rutin, efektif, dan efisien.