REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kantor Imigrasi Kelas I Mataram mengamankan seorang pria warga negara asal Malaysia berinisial CH (65) yang tinggal di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan identitas palsu pada Kamis (16/11) kemarin. Kasi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian (Wasdakim) Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Ramdhani Suharto mengatakan, CH diketahui sudah tinggal di Lombok selama tujuh tahun terakhir dengan menggunakan identitas palsu.
"CH sudah tujuh tahun tinggal di Indonesia dengan menggunakan identitas WNI palsu," ujar Ramdhani di Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, NTB, Jumat (17/11).
Ramdhani menyebutkan, CH memiliki KTP, SIM, KK, kartu Indonesia sehat dan paspor Indonesia dengan nama Hasan. Ramdhani menjelaskan, CH sudah berada di Desa Mertak Paok, Batukliang, Lombok Tengah sejak Oktober 2010 bersama seorang perempuan yang ia akui sebagai istrinya. Selama di Lombok, CH mengganti identitasnya sebagai seorang WNI dengan nama Hasan.
Ihwal pengungkapan ini bermula dari adanya laporan masyarakat yang mengaku curiga. Ramdhani menyampaikan, tim imigrasi langsung menindaklanjuti laporan tersebut dengan mengamankan CH untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Petugas imigrasi juga telah menyita sejumlah dokumen seperti KK, KTP, SIM, dan paspor WNI atas nama Hasan, serta sebuah paspor Malaysia bernomor A 23108 111 atas nama CH sebagai warga Kelantan, Malaysia.
Ramdhani mengaku masih mendalami keterlibatan pihak lain dalam penerbitan identitas palsu ini. Termasuk memeriksa petugas internal Imigrasi terkait penerbitan paspor Indonesia milik CH.
Ramdhani menyebutkan, CH dapat dijerat pasal 126 (C) Undang Undang RI Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. Apabila terbukti melakukan pemalsuan identitas, CH terancam hukuman pidana lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Dari pemeriksaan sementara, lanjut dia, CH telah menikahi perempuan asal Lombok yang menjadi TKI di Malaysia pada 2008 saat keduanya bekerja di sebuah pabrik tripleks di Malaysia. Ramdhani mengungkapkan, Imigrasi Mataram saat ini tengah fokus melakukan pengawasan orang asing (Pora) di NTB. Mengingat NTB kini sudah menjadi destinasi wisata nasional semakin banyak dikunjungi WNA dari berbagai negara.
Sejak Januari hingga November 2017, kata dia, Imigrasi Mataram sudah mendeportasi sedikitnya 64 orang WNA dari sejumlah negara yang terbukti melanggar aturan keimigrasian Indonesia. Seperti melebihi masa tinggal, melakukan aktivitas kerja dan bisnis, serta dokumen imigrasi yang kedaluarsa.