Rabu 22 Nov 2017 02:24 WIB

Kolom Agama KTP Tuai Kontroversi, Ini Langkah Menag

Rep: Muhyiddin/ Red: Nur Aini
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin
Foto: ROL/Fakhtar Khairon Lubis
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin

REPUBLIKA.CO.ID,TANGERANG SELATAN -- Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan penghayat aliran kepercayaan masuk di Undang-Undang Administrasi Kependudukan dan KTP menuai kontroversi di tengah masyarakat. Apalagi, setelah putusan ini mendapat penolakan dari Majelis Ulama Indonsia (MUI) dan Partai Islam. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa saat ini pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah mendalami putusan MK tersebut.

"Begini, kaitan putusan MK, pemerintah melalui Kemendagri saat ini melakukan konsolidasi mendalami bagaimana menindaklanjuti putusan MK tersebut," ujar Lukman usai membuka Pameran Pendidikan Islam Internasional atau International Islamic Education Expo (IIEE) di Convention Exhibition (ICE), BSD City, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (21/11) malam.

Menurut dia, putusan MK yang dikonsolidasikan itu antara lain mengenai Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk kepercayaan'.

"Nah itu lah kolom agama pada KTP perlu mendengar tanggapan berbagai pihak apapun diputuskan pemerintah harapan tentu representasi yang berkembang di masyarakat," ujarnya.

Seperti diketahui, sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan seluruh permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (UU Kependudukan), Selasa (7/11). Putusan Nomor 97/PUU-XIV/2016 dibacakan oleh Ketua MK Arief Hidayat dengan didampingi hakim konstitusi lainnya.

"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan kata agama dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk kepercayaan," ucap Arief dalam sidang putusan yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement