REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan persiapan anggaran untuk penyelenggaraan pilkada serentak 2018 di 171 daerah telah selesai. Meski demikian, masih ada sejumlah daerah yang belum menyelesaikan kesepakatan anggaran pegawasan pilkada mendatang.
"Persiapan anggaran dan pelaksana pilkada serentak 2018 sudah beres semuanya," ujar Arief ketika dikonfirmasi, Ahad (26/11).
Berdasarkan data yang disampaikan KPU pada awal November lalu, kebutuhan anggaran pelaksanaan pilkada serentak 2018 untuk 171 daerah di Indonesia mencapai Rp 11,9 triliun. Jika dibandingkan dengan dua pilkada sebelumnya, jumlah ini tercatat jauh lebih besar.
Biaya untuk pilkada serentak 2015 dianggarkan sebesar Rp 6,4 triliun. Sementara itu, anggaran untuk pilkada serentak 2017 sebesar Rp 4,3 triliun.
Sebelumnya, Arief sempat menyatakan jika besaran anggaran kali ini dapat mendorong konflik kepentingan dalam pilkada. Namun, untuk mengantisipasi hal tersebut, KPU mempersiapkan antisipasi dengan menetapkan kriteria bagi para penyelenggara Pemilu.
Penyelenggara, kata Arief, harus merupakan orang-orang yang langsung siap bekerja menyelenggarakan pelaksanaan Pilkada. "Sebab, rata-rata penyelenggara pilkada ini akan habis masa jabatannya pada beberapa hari sebelum pemungutan suara, ada yang habis masa jabatan ketika hari H pemungutan suara dan sesudahnya. Jadi harus siap benar. Sementara itu untuk panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS) sudah kami rekrut tetapi belum kami lantik," tutur Arief.
Dikonfirmasi secara terpisah, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Abhan mengatakan masih ada empat kabupaten yang belum menyelesaikan kesepakatan anggaran pengawasan Pilkada Serentak 2018. Keempat daerah ini diberikan kesempatan menyelesaikan kesepakatan anggaran hingga akhir November.
"Hingga akhir pekan ini, masih ada empat kabupaten yang belum menyelesaikan kesepakatan anggaran pengawasan Pilkada serentak 2018. Keempatnya yakni Kabupaten Rotendao (NTT), Kabupaten Nganjuk (Jawa Timur), Kabupaten Talaud (Sumatera Utara) dan Kabupaten Aceh Selatan (Aceh)," jelas Abhan ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Ahad.
Dia mengungkapkan, pengawas pilkada di beberapa kabupaten itu masih belum mencapai kesepakatan dengan pemerintah daerah (pemda) setempat terkait besaran anggaran yang dialokasikan. Selain itu, satu kabupaten di antaranya saat ini sedang melakukan negosiasi akhir dengan pengawas Pilkada setempat.
Menurut Abhan, pihaknya belum akan menetapkan sanksi terhadap empat kabupaten itu. Hanya saja, Bawaslu mengingatkan agar empat kabupaten segera menyelesaikan kesepakatan anggaran pengawasan.
"Paling lambat akhir bulan ini," tegasnya.
Sementara saat disinggung tentang rekruitmen pengawas pilkada 2018, Abhan menyatakan masih dalam proses penyelesaian. Sama halnya dengan pelaksana, pengawas Pilkada juga banyak yang berakhir masa tugasnya pada saat menjelang pemungutan suara dan setelah pemungutan suara.
Abhan mencontohkan setidaknya ada tiga provinsi yang pengawas Pilkadanya akan mengakhiri masa tugas sebelum pemungutan suara Pilkada yang digelar pada 27 Juni 2018. Ketiganya yakni Jawa Barat, Kalimantan Barat dan Bali.
Karena itu, Bawaslu mentargetkan seleksi pengawas Pilkada sebelum Juni 2018. "Sebelum pelaksanaan pemungutan suara diupayakan sudah terpilih untuk pemgawas-pengawasnya," tambah Abhan.
Pilkada 2018 akan diikuti oleh 171 daerah penyelenggara. Daerah-daerah tersebut meliputi 17 provinsi, 115 kabupaten dan 39 kota.