REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengungkapkan alasan mengapa pada akhirnya Bandara Lombok Praya ditutup. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Agus Santoso mengatakan abu vulkanis terbawa angin terus bergerak ke arah tenggara dari Gunung Agung, Karangasem, Bali.
"Arah tenggara ini kebetulan di situ ada salah satu bandara kita yaitu Lombok Praya. Ada tiga barometer yang kita gunakan untuk pada akhirnya menutup bandara itu," kata Agus dalam konferensi pers di Bandara Soekarno-Hatta, Ahad (26/11).
Pertama, kata Agus, hasil analisis dari satelit menyatakan adanya abu vulkanis berada di sekitar Bandara Praya Lombok. Pertimbangan kedua berdasarkan laporan dari pilot, dan yang terakhir ada bukti yang memperlihatkan abu vulkanis di area landasan pacu menuju bandara tersebut.
Sehingga, lanjut Agus, pendaratan dari segala penjuru tidak munmungkinkan dilakukan di Bandara Praya Lombok. "Tadi pagi masih memungkinkan karena arah dari abu vulkanis punya kecepatan tertentu belum mencapai bandar udara tapi sekarang sampai namun menggantung di atas (bandara)," jelas Agus.
Dengana adanya abu vulkanis tersebut, Agus menegaskan bisa membahayakan pesawat karena bisa mengganggu pilot membaca indikator saat melakukan penerbangan. Jika ada kesalahan penafsiran maka bisa membuat pesawat terjatuh.
Oleh karena itu, Agus menuturkan Kemenhub sebagi regulator memerintahkan Airnav dan kepala bandara di Lombok menutup operasi sejak pukul 17.15 WITA. "Kami memberikan perintah itu melalui Notam yang dipublikasikan untuk tidak mendarat di Lombok sampai waktu belum ditentukan," ujar Agus.
Gunung Agung mengalami erupsi sejak Sabtu (25/11) pada pukul 17.30 WITA. Erupsi terjadi dengan ketinggian 1.500 meter dari puncak kawah. Sejak hal tersebut terjadi, mulai Ahad (26/11) beberapa penerbangan internasional maupun domestik mulai membatalkan penerbangan menuju bandara di Lombok.