REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usai diperiksa sebagai saksi ahli kasus Korupsi KTP-el, Setya Novanto, Ahli Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menjelaskan seputar pemeriksaan dirinya kepada wartawan di halaman Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Senin (27/11). Ia mengaku ditanya sebanyak tiga pertanyaan oleh penyidik KPK.
"Seputar prosedur pemeriksaan terhadap anggota DPR," kata Margarito, Senin (27/11).
Margarito menyebutkan bahwa pemeriksaan terhadap anggota DPR harus ada izin dari presiden. Ia menjelaskan, untuk memeriksa seorang tersangka menurut keputusan Mahkamah Konstitusi 21 tahun 2014, mesti diperiksa dulu sebagai calon tersangka.
"Nah waktu diperiksa sebagai calon tersangka mesti ada izin dari presiden, itu doang," ujarnya.
Oleh karena itu ia melihat prosedur penetapan tersangka Setnov oleh KPK dinilaitidak cukup. Pasalnya Ketua Umum Partai Golkar tersebut tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka sebelumnya. "Nah karena dia tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka, sementara MK mewajibkan dia diperiksa sebagai calon tersangka," jelasnya.
Hal itu menurutnya menjadi celah bagi Setya Novanto di praperadilan nanti, dan ada kemungkinan praperadilan Setya Novanto kembali dikabulkan oleh hakim PN Jaksel pada Kamis, (30/11) mendatang. "Tergantung nanti teman-teman di KPK," ujarnya.
Margarito mengiyakan bahwa dasar izin presiden tersebut ada di UU MD3. Ia juga menjelaskan di dalampasal 56 UU KPK menyatakan bahwa dalam hal seseorang ditetapkan menjadi tersangka, maka sejak ditetapkan menjadi tersangkaprosedur khusus yang diatur dalam UU terhadap orang itu tidak berlaku berdasarkan UU itu.
"Prosedur khusus loh. Itu UU KPK yang bilang gitu," ucapnya.