Senin 20 Jun 2022 02:06 WIB

Fahri Ingatkan Bukan Presiden yang Tentukan Penerusnya, tetapi Rakyat

Pakar sebut, kelompok oligarki mengendalikan hukum melalui struktur kekuasaan.

Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/2).
Foto: Republika/Mimi Kartika
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sistem demokrasi tidak mengenal dinasti. Sehingga presiden yang berkuasa tidak dapat menentukan siapa penggantinya. Wakil Ketua Umum DPP Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah mengingatkan, keputusan siapa presiden terpilih berada di tangan rakyat.

"Makanya tidak ada dalam demokrasi presiden mencari calon pengganti. Itu omong kosong. Tentu presiden tidak ingin apa yang dilakukan tidak dilanjutkan. Tapi itu tidak boleh. Tidak ada pelanjut. Pelanjut itu di tangan rakyat, bukan di tangan elite," ujar Fahri dalam diskusi yang digelar Masika ICMI bertema 'Oligarki: Ancaman terhadap Negara Hukum dan Demokrasi' di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Sabtu (18/6/2022).

Menurut Fahri, demokrasi terkesan masih menjadi barang mewah. Kultur elite di Indonesia kebanyakan masih sangat feodalistik. Ancaman terhadap demokrasi saat ini, sambung dia, juga disebabkan karena hilangnya cita rasa terhadap demokrasi. Misalnya, presiden menganggap partai politik sebagai alat tawar-menawar.

Padahal, kata dia, dalam demokrasi presidensial, hal itu tidak dibenarkan. Pasalnya, presiden berada dalam posisi yang sangat kuat. "Political game ada aturannya. Siapa yang boleh bermain, siapa yang tidak boleh. Dalam tradisi presidensialisme, yang bermain adalah yang dipilih rakyat. Yang tidak dipilih rakyat tidak boleh bermain," ujar eks wakil ketua DPR tersebut.

Anggota Fraksi PDIP DPR Masinton Pasaribu mengatakan, penyelenggaraan negara saat ini jauh dari aspek keberpihakan lantaran dikuasai oligarki kapital. Dia menyebutkan, politik hari ini sudah tidak memiliki ruh. Masinton menegaskan, politik yang dijalankan tanpa ideologi akan melahirkan zombie di dalam kekuasaan.

"Saat ini politik dipimpin oleh zombie. Wujudnya ada, tapi elannya tidak ada. Baik di eksekutif dalam pengelolaan di pemerintahan, maupun di parlemen. Karena politik tanpa ideologi, tugas parlemen yang seharusnya tugas pengawasan, mengkritisi kebijakan yang belum tepat, malah sebaiknya yang muncul kata apresiasi," ucapnya melalui Zoom.

Pakar hukum tata negara Margarito Kamis berpendapat, kelompok oligarki mengendalikan hukum melalui penguasaan struktur kekuasaan. "Cara berpikir orang oligarki itu, bahwa dalam pembuatan hukum, maka kendalikan si pembuat hukum. Tapi para oligarki ini tentu tidak pernah kelihatan," ucapnya.

Ketua Umum Masika ICMI Ismail Rumadan menambahkan, kekuatan yang dimiliki kelompok oligarki adalah penyebab masih maraknya praktik perburuan rente melalui kekuasaan, dengan membajak berbagai institusi demokrasi serta birokrasi. Menguatnya kelompok oligarki adalah indikator utama sekaligus penyebab kemunduran demokrasi Indonesia.

"Sebab dengan kuasa uang yang dimiliki, mereka tak segan-segan melakukan pelemahan hukum dan abai terhadap prinsip-prinsip demokrasi," ucap Ismail.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement