REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Bareskrim Polri kembali memeriksa tersangka kasus uajaran kebencian sekaligus pemilik akun Saracen, Jasriadi pada Selasa (28/11). Jasriadi diperiksa terkait dugaan peretasan akun media sosial atau illegal access.
"Iya (diperiksa kasus) illegal akses yang TKP (tempat kejadian perkara) Depok. (Pemeriksaan) sedang berlangsung," kata Kepala Subdit I Direktorat Tindak Pidana Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar, Selasa (28/11).
Irwan mengatakan, Jasriadi melakukan upaya pembobolan akun media sosial yang akan digunakan untuk kepentingan tertentu. Polisi pun sudah mengetahui cara Jasriadi membobol akun itu. "Sudah (cara Jasriadi membobol akun Afrida). Nanti kami evaluasi, apakah perlu dan dibutuhkan BAP Konfrontasi. Tapi kemungkinan tidak," kata Irwan.
Sementara, kuasa hukum Jasriadi, Henry Kurniawan mengatakan Jasriadi dilaporkan seseorang atas nama Afrida Verawati di Depok. Afrida menuding Jasriadi telah membobol akun mrdia sosialnya untuk mengunggah konten yang tidak diinginkannya. Afrida disebut Henry melaporkan hal tersebut pada Januari 2017.
Henry pun mempertanyakan alasan Afrida menuding Jasriadi membobol akun itu. Jasriadi, menurut Henry pada saat itu hanya membantu seorang temannya yang ingin mengaktifkan akun Afrida yang sudah tidak aktif. "Akun (Afrida) itu didapat dari kawannya, jadi akun Afrida itu akun yang sudah mati tidak aktif lagi, jadi ini minta tolong dihidupkan kembali, itu aja saat ini," ujar Henry di Dittipid Bareskrim Polri, Senin (28/11) malam.
Lebih lanjut, Henry juga mempermasalahkan pasal yang disangkakan pada Jasriadi. Menurut Henry, Jasriadi tidak terkait dengan pasal penyebaran ujaran kebencian seperti yang diberitakan oleh berbagai media. Menurut dia, Jasriadi hanya melakukan illegal access.
Dijelaskan Henry, dengan kemampuan ITnya, Jasriadi meretas berbagai akun media sosial. Setelah itu, Jasriadi menggunakan foto dan identitas yanf diperolehnya secara acak dari identitas berupa sertifikat ijazah maupun KTP. "Nah nama itu, dari nama itulah yang dibilang ilegal access menjebol id orang lain, KTP orang lain dipakai untuknya," jelas dia.
Sedangkan, untuk urusan penyebaran ujaran kebencian berbau SARA seperti yang dituduhkan, Henry membantahnya. "Kita tanyakan pasalnya kan pasal 46, bukan ujaran kebencian, kan illegal access, selama ini kan di media kan ujaran kebencian, Nah sekarang pasal 46 illegal access bukan ujaran kebencian. Ini yang dapat kami katakan," kata dia.
Awalnya, Jasriadi ditangkap atas kasus ujaran kebencian. Setelah dilakukan pengembangan, penyidik melayangkan pasal berlapis kepada Jasriadi, yakni Pasal 30 tentang akses ilegal, Pasal 32 gangguan informasi dan Pasal 35 pemalsuan dokumen UU ITE nomor 11 tahun 2008. Pasal 46 sendiri menjelaskan hukuman untuk pelanggaran pasal 30.