REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencantumkan sekitar 40 putusan praperadilan yang dimenangkan KPK dalam jawaban atas permohonan praperadilan Setya Novanto.
"Kemudian juga kami mendasarkan pada beberapa putusan yang sudah dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk beberapa praperadilan yang sudah kami menangkan, beberapa waktu lalu," kata Kepala Biro Hukum KPK Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (8/12).
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Kusno pada Jumat menggelar sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto dengan agenda jawaban dari pihak termohon dalam hal ini KPK. "Di dalam jawaban ada kurang lebih 40 putusan praperadilan di mana KPK dibenarkan untuk menangani kasus tindak pidana korupsi," ucap Setiadi.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa KPK juga sudah memberikan jawaban dan tanggapan secara tuntas, baik dari sisi pada saat penyelidikan kemudian juga pada saat penyidikan. "Terutama yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK kemudian yang diatur dalam KUHAP," ungkap Setiadi.
Bahkan, kata dia, pihaknya menganggap dalil-dalil permohonan yang diajukan Novanto tersebut adalah obscuur libel atau error in objecto. "Contoh yang sederhana, para ahli hukum pun menyatakan tidak ada 'ne bis in idem' dalam praperadilan. Itu hanya berlaku pada saat perkara yang sudah 'inkracht', Pasal 76 KUHP," ucap Setiadi.
"Ne bis in idem" sendiri diatur dalam Pasal 76 ayat (1) KUHP yang menyebutkan "kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap".
"Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut".
Novanto ditetapkan kembali menjadi tersangka kasus korupsi KTP-e pada Jumat (10/11). Novanto disangkakan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.