Sabtu 23 Dec 2017 19:13 WIB

Pembagian Sertifikat Tanah di Sumbar Terganjal Adat

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang Datuk (Pimpinan Adat) turun dari sebuah rumah tradisional Minangkabau,
Foto: Antara
Seorang Datuk (Pimpinan Adat) turun dari sebuah rumah tradisional Minangkabau, "Rumah Gadang", di Nagari Sumpur, KabTanah Datar, Sumbar.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Pendistribusian sertifikat tanah di Sumatra Barat masih jauh dari target. Per pekan kedua Desember 2017 ini, jumlah sertifikat tanah yang telah didistrubiskan baru 24 ribu sertifikat. Di sisa waktu 2017 ini diyakini sebanyak 8 ribu sertifikat bisa dibagikan. Artinya, sepanjang 2017 hanya 32 ribu sertifikat yang dibagikan. Padahal targetnya sebanyak 67 ribu sertifikat bisa diberikan kepada masyarakat sepanjang 2017 ini.

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Barat (Sumbar) Musriadi menyebutkan, pembagian sertifikat yang hanya bisa dilakukan 50 persen dari target tak bisa lepas dari persoalan tanah ulayat yang tidak bisa diselesaikan oleh BPN Sumbar. Menurutnya, pembuatan sertifikat tanah yang berada di atas lahan adat perlu pembicaraan dengan tokoh-tokoh adat setempat.

 

Sebenarnya persoalan tanah ulayat telah diatur Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumbar No.16 Tahun 2008 Tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya. Belid tersebut menjelaskan bahwa tanah ulayat adalah bidang tanah pusaka beserta sumber daya alam yang ada di atasnya dan di dalamnya diperoleh secara turun menurun merupakan hak masyarakat hukum adat.

 

"Sertifikat tak bisa langsung keluar meskipun telah diukur tanahnya. Perlu bicara dengan niniak mamak dan kerapatan adat nagari (KAN), dan banyak tahapan yang harus dilalui," jelas Musriadi usai mendampingi Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil dalam pembagian 24 ribu sertifikat tanah, Sabtu (23/12).

 

Satu-satunya solusi yang bisa dilakukan pemerintah, menurut Masriadi, adalah mempercepat koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Sumbar bersama Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM).

 

Sementara itu, Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit mengakui adanya ganjalan dalam pembuatan sertifikat tanah yang masuk dalam tanah ulayat. Tanah adat ini menurutnya tergolong ke dalam empat jenis yakni tanah ulayat, tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku, tanah ulayat kaum, dan tanah ulayat rajo. Keempat macam tanah ulayat itu pada intinya dimiliki secara komunal/bersama-sama dan diwariskan secara turun-temurun oleh anak kemenakan.

 

Nasrul menjelaskan, pihaknya selalu mengedepankan pendekatan dengan tokoh adat bila ada pembangunan yang memanfaatkan tanah ulayat. Termasuk dalam persoalan penerbitan sertifikat ini, Nasrul, meminta koordinasi bisa lebih intensif dilakukan dengan tokoh-tokoh adat.

 

"Hal yang perlu dilakukan ialah pendekatan kepada tokoh-tokoh adat, niniak mamak, alim ulama serta kerapatan adat. Sehingga semua akan damai pada saat semua pihak merasa terlibat," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement