REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muktamar Jakarta menyesalkan pendapat pihak tertentu mengenai konflik PPP. PPP kubu Djan Faridz mengingatkan kepada kubu PPP Romahurmuziy (Romy) bahwa Mahkamah Agung (MA) tidak buta hukum.
"Kepengurusan DPP PPP di bawah pimpinan Haji Djan Faridz adalah satu-satunya kepengurusan DPP PPP yang sah," kata Wakil Ketua Umum PPP Muktamar Jakarta, Humphrey Djemat, mengklaim kepengurusannya, seperti dalam siaran pers, Kamis (28/12).
Humphrey menerangkan, pada awal perselisihan kepengurusan PPP Romy meminta pengesahan ke Menteri Hukum dan HAM saat masih dijabat Amir Syamsuddin. Kubu PPP Romy saat itu meminta pengesahan melalui Dirjen Administrasi Hukum (AHU) Kemenkumham.
"Dengan mendasarkan pada pasal 23, 32 dan 33 UU nomor 2 tahun 2011 tentang parpol, Dirjen AHU melalui surat AHU . AH. 11. 03. 1 tanggal 25 September tahun 2014 secara tegas menolak tegas permohonan tersebut karena apabila ada perselisihan maka harus di selesaikan Mahkamah Partai atau pengadilan," jelas Humphrey.
Humphrey pun mengakui keanehan muncul saat posisi Menkumham dijabat oleh Yasonna Laoly. Menurut dia, Yasonna membuat kebijakan berbeda dari pendahulunya Amir Syamsuddin lantaran baru sehari menjabat Menkumham, langsung memberikan SK kepada pengurusan PPP Romy.
"Keputusan gegabah itu pun dinyatakan batal oleh Makhmah Agung (MA) dalam putusan Nomor 504 dan putusan Nomor 601," imbuh Humphrey.
Humphrey pun menegaskan, hanya PPP Djan Faridz yang dibentuk oleh muktamar dengan prosedur yang ditentukan oleh Mahkamah Partai DPP PPP dalam putusan Nomor 14/2014 yang sah. "Dengan demikian Menkumham sebagai pelaksana fungsi administrasi seharusnya dapat mengesahkan PPP kepengurusan Haji Djan Faridz," ujarnya.