REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Sepanjang tahun 2016-2017 kekerasan terhadap jurnalis di Sulawesi Selatan tercatat 17 kasus hingga saat ini tidak ditindaklanjuti alias mandek. Dari Catatan AJI Makassar tahun 2016 ada sembilan kasus, dan pada 2018 sebanyak delapan kasus.
"Sejumlah kasus ini hanya sampai pada tahap pelaporan ke pihak kepolisian namun tidak ada tindaklanjutnya," beber Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, Qodriansyah Agam Sofyan, Kamis (28/12).
Sejumlah perlakukan kekerasan terhadap jurnalis di Sulsel sepanjang priode itu cukup banyak, mulai dari kekerasan fisik, psikis, verbal hingga perampasan dan perusakan alat kerja bukan hanya oknum aparat tapi juga penegak hukum serta warga sipil lainnya.
Meski mendapat perlakuan kasar saat mengemban tugas liputan, sejumlah jurnalis lebih memilih berdamai dengan pelaku kekerasan, itu dikarenakan desakan perusahaan tempat korban bekerja yang sangat kurang mamahami pentingnya perlindungan terhadap jurnalis.
Untuk itu AJI Makassar mengajak semua jurnalis dan pekerja media lainnya berserikat. Di Sulsel diketahui tidak satupun perusahaan pers yang memiliki serikat pekerja media.
Koordinator Serikat Pekerja AJI Makassar Muhammad Yunus mengkritisi pertumbuhan media khususnya di Sulawesi Selatan tidak dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan jurnalis. Bahkan ditahun ini sangat tragis, terjadi kasus Pemutusan Hak Kerja (PHK) sepihak kepada sejumlah karyawan dan pekerja pers di perusahaan media Koran Seputar Indonesia (Sindo).
"Banyak jurnalis bekerja tanpa ada kontrak kerja. Sehingga ketika terjadi sengketa ketenagakerjaan, jurnalis sangat lemah dari sisi hukum, disini masalahnya, sementara beban kerja sangat berat,"ungkap Yunus.
Ia menambahkan sampai saat ini masih banyak jurnalis di Sulsel yang menerima gaji di bawah Upah Minumum Kota (UMK) dan Upah Minimum Provinsi (UMP). Ironisnya, bahkan tidak ada jaminan sosial seperti jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, pensiun dan hari tua sesuai ketentuan Undang-undanag Ketenagakerjaan.
"Aturan inilah yang masih belum dipenuhi pemilik serta manajemen perusahaan media. Tidak sampai disitu, kami juga menuntut perusahaan media memberikan upah layak untuk jurnalis. Kami mendesak Dinas Tenaga Kerja memberlakukan upah sektoral pekerja media," harapnya.