Jumat 05 Jan 2018 06:05 WIB

Tinggalkan Ujaran Kebencian dalam Pilkada

Sebuah stiker tentang represi terpasang di sebuah meja saat pemberian keterangan pers tentang Surat Edaran (SE) Kapolri Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (ilustrasi)
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Sebuah stiker tentang represi terpasang di sebuah meja saat pemberian keterangan pers tentang Surat Edaran (SE) Kapolri Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta Profesor Ahmad Syafii Mufid mengimbau semua pihak yang terlibat di dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) agar meninggalkan ujaran kebencian dan praktik negatif lainnya yang berpotensi memecah belah masyarakat. "Ujaran kebencian, baik menggunakan isu SARA atau bukan, itu harus ditinggalkan karena dapat menimbulkan perpecahan di antara kita," kata Syafii di Jakarta, Kamis (4/1).

Menurut direktur Indonesia Institute for Society Empowerment ini, yang harus diwacanakan pada tahun politik sekarang adalah bagaimana membangun kesejahteraan dan menegakkan keadilan untuk semua. Bukan lagi memainkan isu primordial.

Jika isu kesejahteraan dan keadilan menjadi arus utama, dia mengatakan, maka orang atau kelompok yang mengucapkan ujaran kebencian akan menjadi hina. Selain itu, Syafii menambahkan, perlu ada kebijakan atau aturan hukum yang ketat agar kelompok-kelompok yang ingin membuat suasana menjadi panas tidak leluasa melakukan upaya-upaya yang dapat merusak keharmonisan masyarakat.

Pada saat yang sama, menurut Syafii seluruh elemen masyarakat harus tetap waspada terhadap isu-isu yang dapat memecah persatuan serta dapat menjaga keharmonisan dan kerukunan. "Tentu juga perlu peran dari para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk menyampaikan kepada masyarakat agar tidak mudah terpancing dalam situasi politik 2018," kata Ketua Komisi Litbang Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.

Ia pun berharap kalangan legislatif dan eksekutif serta elit politik juga bisa turut serta menjaga keharmonisan. Pria yang juga turut terlibat dalam program deradikalisasi bersama BNPT ini juga berharap peran serta dari mantan kombatan untuk memberikan syiar kepada kelompoknya terdahulu dan masyarakat pada umumnya agar tidak mudah terprovokasi jika ada kelompok-kelompok yang mengembuskan isu agama dalam pesta politik.

Selain itu, Syafii menambahkan, LSM-LSM yang liberal juga harus diajak karena mereka inilah yang biasanya lebih didengar oleh kelompoknya. "Mari kita jaga tahun 2018 ini sebagai tahun yang damai, antikekerasan dan antiradikalisme," ujar peraih gelar doktor dari International Institute for Asian Studies (IIAS), Universitas Leiden, Belanda ini.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement