REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) menilai restitusi anak korban kejahatan seksual lebih penting daripada memperdebatkan hukuman pada pelaku.
"Persoalan yang jauh lebih penting, apa yang harus dilakukan terhadap korban," kata Indragiri Amriel dalam keterangan tertulis pada wartawan, Rabu (10/1).
Ia mengatakan, pemerintah dan pihak berwajib harus memastikan restitusi diberikan kepada setiap korban. Pun polisi harus proaktif memproses pengajuannya sejak tahap penyidikan.
Reza mengatakan, saat pelaku tak mampu membayar restitusi, naikkan ganti rugi menjadi kompensasi yang ditunaikan negara. Menurut dia, terobosan itu merupakan sanksi atas kegagalan pemerintah melindungi anak-anak dari kejahatan keji.
Selain itu, Reza meminta adanya pembangunan basis data tentang anak korban kejahatan seksual. Ia menegaskan, basis data penting untuk memastikan korban menerima rehabilitasi berkesinambungan di mana pun ia berada.
Reza menegaskan, ketika pelaku kejahatan adalah orang tua korban, maka pemisahan harus dilakukan. Ia mendorong ada pencabutan kuasa asuhnya atas anak tersebut.
"Opsi ini justru perlu dikedepankan, bukan tetap sebagai opsi terakhir sebagaimana bunyi UU Perlindungan Anak," ujar dia.
Reza menyayangkan, banyak orang melihat kasus kekerasan terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa. Namun, tak pernah ada parameter jelas ihwal kejahatan luar biasa itu.