Kamis 11 Jan 2018 22:00 WIB

'Putusan MK Soal PT 20 Persen Terkesan Kejar Setoran'

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bayu Hermawan
Sekjen Partai Gerindra, Ahamd Muzani
Foto: ROL/Abdul Kodir
Sekjen Partai Gerindra, Ahamd Muzani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani menyatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) seolah terburu-buru saat memutus uji materi Pasal 222 UU Pemilu mengenai ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Sebab, seharusnya pada hari Kamis (11/1) ini, MK mengagendakan mendengarkan keterangan ahli, bukan pembacaan putusan.

"Itu lebih aneh lagi, bagaimana mungkin belum sampai pada keterangan ahli tapi sudah ambil putusan, padahal ada proses pengambilan putusan yang tahapannya belum selesai. MK seperti terburu-buru mengejar setoran untuk segera menyampaikan ke publik," ujar Muzani melalui keterangan tertulis, Kamis (11/1).

Meski begitu, karena sudah menjadi putusan, Muzani tetap menghormati putusan MK atas uji materi soal ambang batas pencalonan presiden. Putusan ini bersifat final dan mengikat. Namun, tentu ada lapisan masyarakat yang mempunyai cara pandang tersendiri terhadap putusan tersebut.

"Sekali lagi kami hormati putusan MK karena MK adalah tempat kita mengadu sesuatu orang per orang atau kelompok mencari keadilan dan putusan bersifat final dan mengikat, tapi boleh dong kami mengambil sikap, itulah cara pandang kami," katanya.

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menjelaskan putusan tersebut berarti bahwa hanya partai atau gabungan partai yang dalam pemilu DPR lima tahun sebelumnya, dalam konteks ini adalah Pemilu 2014, yang dapat mencalonkan pasangan Presiden dan Wakil Presiden, dengan jumlah kursi DPR minimum 20 persen atau perolehan suara sah secara nasional minimal 25 persen.

Sedangkan yang tidak memenuhi ambang batas itu tidak boleh mencalonkan pasangan Presiden dan Wakil Presiden. MK tetap berpendirian bahwa soal ambang batas itu adalah kewenangan pembentuk UU yakni Presiden dan DPR.

Menurut MK, ambang batas juga tidak bertentangan dengan UUD 45. Walau Pemilu dimulai pada 2019 yang dilaksanakan serentak, MK berpendapat hasil Pemilu DPR lima tahun sebelumnya tetap valid dan tidak basi untuk dijadikan patokan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden lima tahun ke depan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement