REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina pada Kamis (11/1) menyatakan penolakan tegas atas keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat meloloskan dua keputusan pro-Taiwan. Namun, Taipei menyambutnya karena akan memperkuat hubungan dengan Washington.
Cina menganggap Taiwan sebagai provinsi memisahkan diri dan tidak pernah mengabaikan penggunaan kekuatan bersenjata untuk mengembalikannya ke bawah kendalinya, sementara Taiwan tidak menunjukkan ketertarikan diperintah Beijing.
Komite urusan Luar Negeri mengeluarkan dua rancangan undang-undang pada Selasa untuk memperkuat kemitraan penting AS-Taiwan, yaitu UU Perjalanan Taiwan dan UU untuk mendukung penyertaan Taiwan di Badan Kesehatan Dunia (WHO), kata pernyataan berjaringan.
UU perjalanan bertujuan mendorong kunjungan AS dengan Taiwan, sementara UU kedua bertujuan melawan upaya "berbahaya dan tidak dapat diterima" untuk melemahkan keanggotaan Taiwan di WHO, tambahnya.
Di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri Lu Kang mengatakan Cina secara tegas menentang dua UU tersebut, yang dianggap pelanggaran berat terhadap prinsip "satu Cina" dan sebuah campur tangan dalam urusan dalam negeri Cina.
"Cina mendesak AS secara hati-hati mematuhi prinsip Satu Cina, dengan hati-hati menangani masalah Taiwan, tidak memiliki kontak resmi dengan Taiwan dan tidak memberikan sinyal yang salah kepada kekuatan kemerdekaan Taiwan," katanya dalam pertemuan berkala.
Taiwan tidak terkejut dengan reaksi Cina dan dengan senang hati melihat UU perjalanan disetujui, ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Taiwan Andrew H.C. Lee, dengan menambahkan UU semacam itu membantu memperkuat hubungan dua arah.
"Kami tidak akan berhenti melakukan upaya karena ada intervensi atau interupsi oleh kekuatan luar," katanya.
Ketika terpilih sebagai Presiden AS pada Desember 2016, Donald Trump membuat marah China karena menerima ucapan selamat melalui telepon dari presiden Taiwan Tsai Ing-wen dan mempertanyakan kebijakan "Satu Cina" AS yang telah lama diadakan.
Trump kemudian menegaskan tekad AS terhadap kebijakan tersebut dalam panggilan telepon dengan presiden Cina Xi Jinping.