REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera ( PKS), Mardani Ali Sera menyatakan pihaknya menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Menurutnya, dengan putusan itu, maka Partai Politik (Parpol) atau gabungan harus memiliki 20 persen kursi DPR RI atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu 2014 lalu untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres.
Mardani mengaku putusan tersebut di luar harapan partainya, yang menolak adanya presidential threshold. Karena sebelumnya PKS berharap agar pasal 222 mengatur presidential threshold dibatalkan. Meski demikian, pihaknya tetap siap berkompetisi dalam Pilpres 2019 mendatang. "Kami menghormati putusan MK soal presidential threshold. Kami siap bertarung pada Pilpres 2019 nanti," tegas anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI itu, saat dikonfirmasi Jumat (12/1).
Langkah selanjutnya, kata Mardani, PKS akan membangun koalisi dengan partai politik lain. Hal itu harus dilakukan PKS untuk memenuhi syarat presidential rhreshold pencalonan Capres dan Cawapres pada Pilpres 2019 mendatang. Karena bagaimanapun juga PKS tidak bisa mengusung capres dan cawapresnya sendiri, mengingat jumlah kursi mereka hanya 7,14 persen. "Pastinya kami harus berkoalisi. Pastinya kami bakal melakukan pemetaan koalisi dengan partai lain," tambah Mardani.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon menyayangkan hasil putusan MK tersebut. Fadli menanggap putusan MK tersebut tidak rasional, karena dengan keserentakan seharusnya tidak ada lagi threshold. Apa lagi threshold yang digunakan sudah pernah dipakai pada tahun 2014 silam.
"Jadi sebenarnya dari sisi rasional, sulit untuk diterima. Tapi karena ini putusan MK, ya kami hargailah. kalau Kami di Gerindra ya siap dengan keputsan apa pun dan kita tidak kaget dengan formasi yang ada sekarang," ujar Fadli Zon.
Menurut Fadli, dengan presidential threshold akan ada dua atau tiga calon presiden kalau dari konfigurasi yang memungkinan untuk Partai Politik (Parpol). "kemungkinan saja bisa tiga atau empat, tapi akan lebih cenderung dua calon. Kalau saya lihat bisa dua calon saja," kata Plt Ketua DPR RI itu.