REPUBLIKA.CO.ID, Nama Khofifah Indar Parawansa terdaftar lagi di Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur sebagai calon Gubernur Jawa Timur periode 2018 hingga 2013. Pemungutan suara pada pilkada kali ini yang dijadwalkan berlangsung pada 27 Juni 2018 merupakan kesempatan ketiga bagi Menteri Sosial itu dalam mencoba peruntungan menjadi kepala daerah setelah kalah secara dramatis dalam dua pilkada sebelumnya, pada tahun 2008 dan 2013.
Dia menjadi satu-satunya perempuan Indonesia yang mencetak rekor "hattrick" dalam kepesertaannya di pilkada dan satu-satunya menteri yang mengundurkan diri demi hak politiknya untuk dipilih sebagai kepala daerah. Tentu saja Khofifah tidak sedang bermain hompimpah, salah satu permainan anak-anak untuk menentukan siapa yang menang dan kalah dengan menggunakan telapak tangan.
Untuk tampil tiga kali dalam kontestasi pemilihan kepala daerah, Khofifah tentu memiliki pertimbangan dan kalkulasi politik mengenai seberapa besar peluangnya untuk memenangkan serta telah mengevaluasi secara menyeluruh atas dua kali kekalahannya dalam pilkada terdahulu. Hasil pemilihan Gubernur Jawa Timur pada tahun 2008 dan tahun 2013, tampaknya memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi perempuan kelahiran Surabaya, 19 Mei 1965 itu, untuk terus berjuang dan berkorban.
Tidak sedikit publik yang menanyakan apakah Khofifah tidak kapok atau trauma ikut pilkada lagi setelah kalah dalam dua kali pilkada sebelumnya. Bahkan Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar telah berusaha mencegah Khofifah untuk tidak ikut dalam bursa pemilihan gubernur untuk menjamin soliditas nahdliyin, anggota Nahdlatul Ulama (NU), yang merupakan warga terbanyak di Jawa Timur, dan tidak terjadi persaingan antarkader NU karena Khofifah dan calon lain, Saifullah Yusuf, merupakan kader NU.
Ketika dikonfirmasi atas merebaknya kabar bahwa Khofifah akan mengikuti pilkada lagi untuk ketiga kalinya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat NU empat periode (2001-2006, 2006-2011, 2011-2016, dan 2016-2021) itu pada acara di Panti Asuhan dan Pondok Mirdhatulullah Al Islami, Wonosari, Gunungkidul, DI Yogyakarta pada 24 Agustus 2017 mengatakan, dia tidak trauma. Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu pun mengutip kata-kata dari Gus Dur bahwa orang yang berani hidup harus berani berjuang dan perjuangan butuh pengorbanan.
Pemilihan Gubernur Jawa Timur tahun 2008 memang menjadi salah satu peristiwa politik yang menarik perhatian publik nasional karena berlangsung secara dramatis, dilakukan dengan tiga kali tahap pencoblosan, diwarnai dengan sengketa hingga Mahkamah Konstitusi, dan Khofifah kalah dengan selisih suara yang tipis.
Ketika itu terdapat lima pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, yakni Khofifah (anggota DPR RI Fraksi PKB) dan Mudjiono (mantan Kasdam V/Brawijaya), Soekarwo (Sekretaris Daerah Pemprov Jatim) dan Saifullah Yusuf (Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal 2004-2007), lalu pasangan Sutjipto dan Ridwan Hisjam, Soenarjo dan Ali Maschan Moesa, serta pasangan Achmady dan Suhartono.
Mereka memperebutkan suara dari sekitar 29 juta rakyat pemilih pada pencoblosan tanggal 23 Juli 2008 dan hasilnya dua pasangan calon, Khofifah-Mudjiono dan Soekarwo-Saifullah masuk putaran kedua sebagai dua pasangan terbanyak meraih suara meskipun tidak ada yang bisa merebut minimal 30 persen suara untuk dinyatakan sebagai pemenang.
Pilkada putaran kedua berlangsung pada 4 November 2009 dan KPU Jawa Timur menetapkan bahwa pasangan Soekarwo-Saifullah mendapat sekitar 7,7 juta suara dan Khofifah-Mudjiono meraih sekitar 7,6 juta suara. Khofifah menolak hasil itu karena disinyalir banyak kecurangan, terutama di sejumlah kabupaten di Pulau Madura, sehingga dia mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
MK memutuskan dilakukan pemilihan ulang bagi pemilih Pulau Madura, yakni di Kabupaten Sampang dan Kabupaten Bangkalan, sedangkan di Kabupaten Pamekasan dilakukan penghitungan suara ulang. KPU menetapkan pemilihan ulang di Sampang dan Bangkalan diselenggarakan pada 21 Januari 2009, sedangkan penghitungan suara ulang di Pamekasan berlangsung pada 18 Desember 2008.
Setelah dilakukan pemilihan dan penghitungan suara ulang, hasil akhir perolehan suara berhasil ditetapkan oleh KPU. Pasangan Soekarwo-Saifullah mendapat 7.660.861 suara (50,11 persen), Khofifah-Mudjiono meraih 7.626.757 suara (49,89 persen) dengan selisih hanya 34.104 suara. Suara tidak sah sebanyak 508.789 kertas suara.
Lebih dramatis lagi karena berbagai lembaga survei, seperti LSI (Lembaga Survei Indonesia), LSN (Lembaga Survei Nasional), dan Lingkaran Survei Nasional, yang melakukan penghitungan cepat (quick count) menghasilkan kemenangan bagi Khofifah sehingga saat itu menunjukkan perbedaan antara lembaga survei dan KPU. KPU yang berwenang menetapkan hasil pemilu.
Pasangan Soekarwo-Saifullah pun dilantik pada 12 Februari 2009 sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur periode 2008 hingga 2013.
Pemilihan Gubernur Jawa Timur tahun 2013 kembali berlangsung secara dramatis. Khofifah nyaris gagal menjadi peserta lantaran KPU Jawa Timur menilai pencalonannya kurang mendapat dukungan minimal partai, menyusul dua partai yang memberikan dukungan kembar pada pasangan Soekarwo-Saifullah dan pasangan Khofifah-Herman Surjadi Sumawiredja (Kapolda Jatim 2005-2009 yang turut menangani kecurangan Pilkada Jatim 2008).
Khofifah pun menggugat ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). DKPP memutuskan bahwa Khofifah bisa menjadi peserta pilkada.
Pasangan petahana mendapat dukungan dari mayoritas partai, seperti Partai Demokrat (apalagi pasangan petahana itu menjadi kader Partai Demokrat), Golkar, PAN, PKS, PPP, Gerindra, dan Hanura. Pasangan Khofifah-Herman masih mendapat dukungan penuh dari PKB dan lima partai nonparlemen (tidak memiliki kursi di DPRD Jatim).
Sementara dua pasangan lain yang juga turut bersaing adalah pasangan politikus PDI Perjuangan, yakni Bambang Dwi Hartono-Said Abdullah dan pasangan Eggi Sudjana-Muhammad Sihat dari jalur perseorangan.
Setelah pemungutan suara berlangsung pada 29 Agustus 2013, KPU Jawa Timur pada 7 September 2013 menetapkan hasil perolehan suara. Pasangan Soekarwo-Saifullah memenangi pilkada dengan mengantongi 8.195.816 suara (47,25 persen), Khofifah-Herman meraih 6.525.015 suara (37,62 persen), Bambang-Said memperoleh 2.200.069 suara (12,69 persen), dan pasangan Eggi-Sihat hanya mendapat 422.932 suara (2,44 persen).
Pasangan Soekarwo-Saifullah kembali dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur untuk periode kedua yakni 2013 hingga 2018 pada 12 Februari 2014.
Bukan alasan
Dua kali gagal dalam pilkada bukan alasan untuk menyerah bagi Khofifah, politikus senior yang pernah menjadi anggota DPR RI dari PPP dan PKB ini dan pernah menjabat Wakil Ketua DPR RI pada 1999. Untuk pilkada tahun ini, Khofifah optimistis mampu meraih mayoritas suara perempuan.
Suara perempuan memang mayoritas di Jawa Timur. Dalam daftar pemilih tetap yang dibuat oleh KPU, terdapat 30.963.078 pemilih yang tersebar di 38 kabupaten/kota se-Jawa Timur. Adapun jumlah pemilih perempuan kurang lebih 15,5 juta orang atau lebih dari 50 persen.
Namun, Khofifah juga harus menerima kenyataan yang berbeda dari dua pilkada yang pernah diikutinya. Dalam pengalaman dua pilkada terdahulu, dia merupakan satu-satunya calon perempuan, kini harus bersaing dengan Puti Guntur Soekarno yang menjadi calon wakil gubernur dan menjadi pasangan calon gubernur Saifullah Yusuf.
Meskipun Puti tidak memiliki basis konstituen di Jatim karena Puti merupakan anggota DPR RI dari PDI Perjuangan yang telah dua periode berasal dari daerah pemilihan di Jawa Barat, trah keluarganya sebagai cucu pertama Presiden I Soekarno bisa saja menjadi pemersatu bagi warga PDI Perjuangan dan partai-partai lain pengusungnya serta pecinta Soekarno untuk memilih Saifullah-Puti.
Berbekal pengalaman sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat NU yang merupakan organisasi perempuan terbesar di Indonesia dan basisnya sangat kuat di Jawa Timur, selama empat periode, membuat Khofifah menyatakan mampu memahami berbagai permasalahan, kepentingan, keinginan, dan harapan kaum perempuan. Kali ini pasangannya yang berasal dari PDI Perjuangan dan menjabat Bupati Trenggalek Emil Dardak, diharapkan oleh Khofifah mampu menambah kekuatannya untuk memenangi pilkada.
Sejumlah program pembangunan properempuan telah disiapkan oleh pasangan Khofifah-Emil Dardak. Program tersebut antara lain menurunkan angka kematian ibu dan bayi, penguatan keterampilan, ekonomi, dan bantuan modal usaha perempuan.
Belum lagi pengalaman sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan membuat Khofifah merasa mantap mengangkat aspirasi kaum perempuan karena dia terus bersinggungan dengan berbagai persoalan perempuan dan anak. Pengalaman ini yang membuat dia sangat sensitif gender. Bagi Khofifah, perempuan adalah ibu bangsa sehingga selayaknya kaum perempuan masuk dan berperan di semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara.
Untuk pilkada tahun ini, pasangan Khofifah-Emil diusung oleh Partai Golkar, Demokrat, PAN, Hanura, NasDem, dan PPP, serta PKPI (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia). Meskipun Khofifah merupakan kader PKB, partainya tidak lagi mengusung dia untuk kesempatan kali ini, berbeda dengan dua pilkada sebelumnya yang selalu mendapat dukungan dari PKB.
Muhaimin hanya berkomentar ringan bahwa setelah Khofifah telah dua kali diusung dalam pilkada sebelumnya, maka kali ini partainya berganti dukungan dengan memberikan mengusung pasangan calon Saifullah-Puti. Selain diusung oleh PKB, pasangan Saifullah-Puti, diusung pula oleh PDI Perjuangan, PKS, dan Gerindra.
Khofifah menjadi tokoh perempuan yang memberi contoh untuk tidak berhenti berjuang guna meraih apa yang dia rasa bisa dicapai meskipun mengorbankan jabatannya sebagai salah seorang penyelenggara negara di jajaran kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Perempuan peraih penghargaan "Tokoh Teladan Inspiratif 2017" dari Institut Agama Islam Al Khoziny Surabaya ini, terus berjuang meraih hak politiknya. Sejarah akan mencatat dia sebagai tokoh yang memperpanjang rekor tiga kali kalah dalam pilkada atau memecahkan rekor sebagai tokoh yang memenangi pilkada setelah tiga kali mencoba.