Senin 15 Jan 2018 17:53 WIB

Tak Hanya Bitcoin, BI tak Akui Semua Mata Uang Virtual

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nur Aini
Bitcoin
Bitcoin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menegaskan, virtual currency atau mata uang virtual termasuk bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran sah. Dengan begitu, masyarakat dilarang menggunakannya untuk alat pembayaran di Indonesia.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. UU itu menyatakan, mata uang merupakan uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah.

"Virtual currency tidak hanya bitcoin. Saat ini jumlah mata uang virtual mencapai 1.400," ujar Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eni V Panggabean kepada wartawan di Jakarta, Senin, (15/1).

Eni menyebutkan, selain bitcoin, ada pula mata uang virtual ripple, ethereum, litecoin, dan lainnya. Sementara itu, bitcoin memiliki kapitalisasi pasar paling besar yakni mencapai 246 miliar dolar AS. Sedangkan kapitalisasi pasar ethereum sebesar 133 miliar.

"Pemilikan virtual currency sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab," ujar Eni. Ia menambahkan, mata uang virtual juga tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga virtual currency serta nilai perdagangan sangat fluktuatif.

Dengan begitu rentan terhadap risiko penggelembungan (bubble) serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, sehingga dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat. "Oleh karena itu, Bank Indonesia memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak menjual, membeli, atau memperdagangkan virtual currency," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Agusman Zainal menyatakan, Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran, melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran baik bank atau lembaga selain bank untuk memproses transaksi pembayaran dengan virtual currency.  Hal itu telah diatur dalam PBI 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

"Bank Indonesia sebagai otoritas di bidang moneter, stabilitas sistem keuangan dan sistem pembayaran senantiasa berkomitmen menjaga stabilitas sistem keuangan. Termasuk perlindungan konsumen dan mencegah praktik-praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme," tutur Agusman.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement