REPUBLIKA.CO.ID, LHOKSEUMAWE -- Perburuan liar mendominasi angka kematian gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) di Provinsi Aceh. Hal itu menurut data Seksi Konservasi Wilayah I Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh di Lhokseumawe.
Pada tahun 2017, dari enam ekor gajah yang mati, sebagian besar merupakan korban perburuan, kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Aceh Dedy Irvansyah, di Lhokseumawe, Kamis (18/1) malam.
Dia mengatakan, angka perburuan gajah paling tinggi di wilayah kerjanya mulai dari Kota Sabang hingga Aceh Tamiang, di Kabupaten Aceh Timur.
Menurutnya, gajah-gajah tersebut dibunuh dengan cara diracun dan ditembak. Setelah terbunuh, diambil gadingnya sebagai bagian berharga dari gajah tersebut.
Motif kehilangan gadingnya tersebut, dianggap memang sengaja diburu untuk dibunuh dan diambil bagian tersebut. "Untuk membedakan gajah korban perburuan dan konflik dengan manusia adalah pada kehilangan bagian tubuhnya yaitu gading. Sedangkan gajah yang menjadi korban ekses konflik manusia satwa, umumnya terjerat dan tersetrum listrik serta tidak kehilangan anggota tubuhnya terutama gading," ujar Dedy.
Menurutnya pula, persoalan konflik manusia dan satwa dikarenakan bertambah areal perkebunan sebelumnya merupakan kawasan jelajah kawanan gajah tersebut, mengingat karakteristik satwa yang memiliki belalai panjang tersebut menandai areal jelajahnya secara turun temurun termasuk daerah lintasannya.
"Terjadi konflik antara manusia dengan satwa karena kawasan habitatnya terganggu, baik karena pembukaan permukiman maupun pembukaan perkebunan, sehingga gajah tersebut berkeliaran di daearh tersebut dan menimbulkan kerugian pada tanaman perkebunan," kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Aceh itu pula.