REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum dan Pemilu Syamsuddin Radjab menilai putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi UU 7/2017 tentang Pemilu wajib dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebab putusan MK nomor 53/PUU-XV/2017 tersebut bersifat wajib dan mengikat.
"Apalagi KPU bersifat independen dan mandiri, dijamin dalam konsitusi, maka harus melaksanakan apa yang diputukan MK," kata dia dalam diskusi publik di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (20/1).
Karena itu, berdasarkan putusan MK tersebut, Syamsuddin menuturkan KPU harus tetap menjalankan verifikasi faktual pada semua partai politik (parpol) yang ada, tak terkecuali parpol-parpol yang sudah berdiri lama.
Syamsuddin mengakui adanya kesepakatan antara DPR dan pemerintah untuk tidak melaksanakan verifikasi faktual. Namun, rujukan KPU bukanlah kepada kesepakatan DPR dan pemerintah melainkan putusan MK. Jadi, lanjutnya, KPU mesti berpatokan pada putusan MK terkait verifikasi faktual itu.
Selasa (16/1) lalu, Komisi II DPR RI dan Pemerintah menggelar rapat kerja menyikapi putusan MK mengenai verifikasi faktual. Rapat tersebut menyepakati bahwa tidak ada proses verifikasi faktual dalam menetapkan peserta pemilu 2019 mendatang.
Ketua Komisi II DPR, Zainudin Amali mengatakan sistem informasi partai politik (Sipol) dinilai sudah sama dengan proses verifikasi faktual. "Karena memang UU Nomor 7 tahun 2017 Pasal 173 tersebut, di situ hanya menyebutkan verifikasi saja. Nah apa yang sudah dilakukan oleh KPU selama ini dengan Sipol, fraksi-fraksi, dan pemerintah menganggap sudah itulah verifikasi," kata Amali.