REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Ratusan polisi di Thailand menghalangi pemrotes yang berencana melakukan aksi long march dari Bangkok ke Khon Kaen di timur laut negara tersebut, Sabtu (20/1). Ini merupakan bentuk ketidakpuasan publik yang jarang terjadi di negara yang dikuasai oleh militer ini.
Thailand telah diperintah oleh militer sejak 2014. Sejak saat itu, demonstrasi jarang terjadi sebagian karena perintah junta yang melarang majelis umum.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyatakan keprihatinan atas situasi pelanggaran HAM di Thailand, termasuk hukuman keras bagi mereka yang dihukum karena melanggar undang-undang lese-majeste yang dikenal dengan Pasal 112, serta pembatasan lainnya yang diterapkan pada kebebasan berekspresi.
"Kami ingin memberitahu junta Anda telah membawa Thailand mundur jauh. Orang-orang di kementerian pertanian semuanya adalah jenderal. Hanya ada jenderal!" kata seorang pemimpin protes.
Demonstrasi yang disiarkan langsung di Facebook ini dibagi lebih dari 900 kali dan dilihat lebih dari 32 ribu kali. Berbagi konten media sosial yang dianggap kritis terhadap junta atau keluarga kerajaan dapat membuat seseorang ditahan.
Mereka yang bergabung dalam demonstrasi tersebut termasuk anggota dari berbagai kelompok hak asasi manusia Thailand termasuk jaringan pertanian, antipertambangan dan kesehatan alternatif. Menurut polisi, sekitar 200 polisi memblokir pintu utama universitas Thammasat di Rangsit, utara Bangkok untuk mencegah pemrotes keluar dari universitas tersebut.
"Jalan ini adalah pertemanan. Selama empat tahun terakhir di bawah pemerintahan kudeta, kita tidak memiliki hak dalam hal pidato dan tindakan. Kami ingin junta mendengar kami," ujar Pemimpin People's Network for Welfare, Sangsiri Teemanka.
Dia menambahkan para pemrotes akan tetap bertahan di universitas sampai mereka diizinkan pergi.
sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement