Ahad 21 Jan 2018 21:17 WIB

Geger Pendukung LGBT dan Hikmah Keselip Lidah

Pernyataan Zulkifli Hasan justru memancing parpol menegaskan komitmen menolak LGBT

Rep: Zahrotul Oktaviani/Fuji Eka Permana/amri amrullah/ Red: Joko Sadewo
Ketua MPR RI yang juga Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan
Foto: Republika/Farah Noersativa
Ketua MPR RI yang juga Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam dua hari ini nama Ketua MPR Zulkifli Hasan menjadi viral di media sosial. Pernyataannya tentang adanya fraksi yang mendukung lesbian , gay, biseksual, transgender (LGBT) membuat hebot dan panas fraksi-fraksi di DPR.

"Di DPR saat ini dibahas soal undang-undang LGBT atau pernikahan sesama jenis. Saat ini sudah ada lima partai politik menyetujui LGBT," kata Zulkifli di Kampus Universitas Muhammadiyah Surabaya, Jalan Raya Sutorejo Nomor 59, Mulyorejo, Surabaya, Sabtu (20/1).

Bola panas ini kemudian langsung dibantah Sekjen PPP Arsul Sani. Ia justru menyebut delapan fraksi di DPR sepakat dan setuju bahwa LGBT merupakan perbuatan pidana.

Dijelaskannya, Fraksi-fraksi di DPR pada Senin (15/1) sampai Kamis (18/1) membahas LGBT dan nikah sejenis dalam tim panitia kerja (Panja) Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU-KUHP) di Komisi III bidang hukum. Dalam pembahasan tersebut, mereka sepakat bahwa LGBT adalah perbuatan pidana.

 

Pembahasan LGBT ada dalam R-KUHP Buku II yang berisi pasal-pasal tindak pidana. Dalam pembahasan, fraksi yang hadir sepakat menggolongkan LGBT sebagai perbuatan cabul. Semula, dalam konsep RKUHP bersama pemerintah, perbuatan cabul dalam LGBT hanya terhadap kelompok usia 18 tahun ke bawah atau anak-anak.

Efek pernyataan Zulkifli Hasan ini sangat luar biasa. Seolah tidak mau disebut mendukung LGBT, parpol-parpol di DPR pun beramai-ramai menyatakan bahwa mereka menegaskan menolak LGBT.

Anggota Komisi III DPR RI dari PDI Perjuangan, Arteria Dahla, menegaskan partainya sangat serius mengawal kehendak rakyat dengan mendasarkan dan memperhatikan keinginan ulama-ulama dan tokoh agama. Bahwa tidak ada agama manapun yang menyetujui LGBT.

"Walau demikian kami tidak hanya berhenti disitu. Kami meminta semua pihak untuk memikirkan permasalahan LGBT secara serius, sebagai fakta sosial yang harus diselesaikan," kata Arteria.

Anggota Fraksi Nasdem DPR, Choirul Muna menyampaikan hal sama. Choirul menyebut Nasdem tak merestui LGBT lantaran bertentangan dengan landasan negara yaitu UU 1945 dan Pancasila.

"LGBT itu bertentangan dengan Undang Undang. Dalam Pancasila pertama ada Ketuhanan Yang Maha Esa. Tidak ada agama manapun yang tidak menentang LGBT," kata Choirul, Ahad (21/1).

Pernyataan tegas parpol bahwa mereka akan menolak legalisasi LGBT tentu hal melegakan bagi mayoritas masyarakat Indonesia yang menolak LGBT. Jadi ada hikmah besar atas 'keselip lidah' Zulkifli Hasan dalam konteks ini.

Pasca-putusan Mahkamah Konstitusi, yang menolak gugatan untuk menjadikan LGBT masuk dalam ranah pidana, memang memunculkan kekhawatiran masyarakat akan adanya elemen yang mendukung legalisasi LGBT. Sekalipun MK menjelaskan bahwa putusannya tidak ada hubungannya dengan legalisasi LGBT, tetapi hanya menegaskan DPR-lah yang punya otoritas membuat undang-undang. 

Tetapi kecurigaan ini memang sangat besar. Terutama terkait dengan adanya sejumlah anggota DPR yang secara pribadi memang menolak memperluas cakupan pidana zina dan LGBT.

Anggota Fraksi Gerindra, Sodik Mudjahid pun menduga yang dimaksud Zulkifli Hasan bukan fraksi tapi anggota DPR secara pribadi.

"Kita tidak paham dengan pernyataan ketua MPR. Tapi memang anggota DPR secara pribadi dari beberapa fraksi ada yang mendukung LGBT. Tapi untuk sikap resmi fraksi untuk pasal LGBT sesuai seperti tadi," kata Sodik.

Pakar hukum pidana Tengku Nasrullah menegaskan, larangan perilaku LGBT tetap perlu dimasukan ke dalam RUU KUHP. Salah satu alasannya, karena norma agama di Indonesia melarang perilaku tersebut.

Bagaimana penjelasan soal usulan pidana perilaku LGBT ke dalam KUHP tersebut?. Apabila ada seseorang dengan kelainan seksual hanya pada persoalan psikis pribadinya saja, menurutnya, itu tidak bisa dikenakan pidana. Namun perilaku ini bisa menjadi tindak pidana, ketika perilaku seksual LGBT dilakukan di lingkungan masyarakat dengan norma agama yang kuat.

Dikatakannya, perilaku seksual LGBT di tengah masyarakat yang menolak LGBT, perilaku mereka bisa mengganggu ketertiban di masyarakat. "Karena dalam hukum yang dijaga itu adalah ketertiban umum di masyarakat," ungkapnya.

Apapun alasannya, apakah itu suka sama suka, sesama dewasa atau sudah dalam ikatan pernikahan. Intinya, kata dia, pengenaan pidana pada perilaku LGBT sama seperti perilaku hubungan seksual di luar nikah. Bila dilakukan di tengah masyarakat yang hidup dalam norma agama ketat, maka berpotensi masuk unsur pidana. Namun, bisa berbeda bila hubungan seksual itu dilakukan di tengah komunitas yang tidak lagi memegang norma agama.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement