Selasa 23 Jan 2018 02:36 WIB

42 Orang Miliki Kekayaan Setara dengan Miliaran Orang Miskin

Menurut laporan Oxfam, ratusan juta orang berjuang untuk bertahan dalam kemiskinan.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Nidia Zuraya
Ketimpangan sosial  (Ilustrasi)
Ketimpangan sosial (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Organisasi nirlaba Inggris yang berfokus pada pembangunan penanggulangan bencana dan advokasi, Oxfam melaporkan 42 orang memiliki jumlah kekayaan yang sama dengan 3,7 miliar orang paling miskin dari populasi dunia.Laporan tersebut diterbitkan bertepatan dengan hari pertama perhelatan World Economic Forum (WEF) di Davos.

Oxfam mengatakan hal itu tidak dapat diterima dan tidak berkelanjutan bagi pertumbuhan ekonomi. Orang minoritas super kaya mengumpulkan kekayaan besar, sementara ratusan juta orang berjuang untuk bertahan dalam kemiskinan.

Model hukum dan bisnis yang memprioritaskan keuntungan pemegang saham atas dampak sosial yang lebih luas harus dipikirkan kembali. Hal ini menyoroti bagaimana berlebihannya pengaruh perusahaan terhadap pembuatan kebijakan, mengikis hak pekerja, dan dorongan tanpa henti untuk meminimalkan biaya, guna memaksimalkan keuntungan bagi investor. Itu semua menjadikan kesenjangan semakin melebar antara orang super kaya dan masyarakat lainnya.

Menurut laporan Oxfam, kekayaan miliarder meningkat rata-rata 13 persen per tahun antara 2006 dan 2015.

Hanya dibutuhkan waktu empat hari untuk salah satu CEO dari lima peritel mode terbesar dunia untuk mendapatkan sebanyak mungkin pekerja garmen dari Bangladesh dalam seumur hidupnya.

Angka terpisah yang dikeluarkan bulan ini oleh The High Pay Center menunjukkan dibutuhkan waktu tiga hari bagi para pimpinan perusahaan besar di Inggris untuk menghasilkan lebih banyak uang dari para pekerja full time pada 2017.

"Ada sesuatu yang sangat salah dengan ekonomi global yang memungkinkan satu persen menikmati bagian terbesar dari kenaikan kekayaan sementara separuh umat manusia yang paling miskin kehilangan (kekayaannya)," ujar Chief ExecutiveOxfam, Mark Goldring, seperti yang dilansir dari Telegraph, Senin (22/1).

Menurut Goldring, konsentrasi kekayaan ekstrem di puncak bukanlah pertanda ekonomi yang berkembang. Namun, merupakan gejala sistem yang gagal.

"Berjuta-juta pekerja keras yang membuat pakaian kita danmenghasilkan makanan (hidup) dalam kemiskinan," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement