Kamis 25 Jan 2018 12:00 WIB

Munas Tarjih Muhammadiyah Bahas Fikih Perlindungan Anak

Data KPAI menyebutkan jumlah anak terlantar di Indonesia mencapai 5,4 juta orang.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Perlindungan anak (ilustrasi)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Perlindungan anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan pada 23-26 Januari 2018. Munas Tarjih Muhammadiyah mengusung tema Penguatan Spiritualitas, Perlindungan terhadap Anak dan Pengelolaan Informasi menuju Masyarakat Berkemajuan.

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih dan Tablig, Prof Yunahar Ilyas mengatakan, tujuan Munas Tarjih Muhammadiyah, pertama, membahas dan memutuskan berbagai persoalan mengenai fikih perlindungan anak. Kedua, membahas dan memutuskan berbagai persoalan mengenai fikih informasi.

"Ketiga, mengembangkan dan menyempurnakan putusan tarjih tentang tuntunan shalat jamaah, tuntunan shalat jamak dan qasar, tuntunan shalat sunah isyraq serta status hukum shalat taubah dan shalat hajat," kata  Yunahar melalui keterangan tertulis kepada Republika.co.id, Kamis (25/1).

Yunahar mengatakan, target Munas Tarjih Muhammadiyah, pertama, keputusan tarjih tentang fikih perlindungan anak. Kedua, keputusan tarjih tentang fikih informasi. Ketiga, keputusan tarjih tentang tuntunan shalat jamaah, tuntunan shalat jamak dan qasar, tuntunan shalat sunah isyraq serta status hukum shalat taubah dan shalat hajat.

Yunahar yang juga sebagai Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerangkan, di Indonesia, persoalan anak menjadi salah satu persoalan yang penting untuk diperhatikan. Anak sebagai amanah dari Allah adalah generasi penerus cita-cita perjuangan agama, bangsa dan negara di masa depan.

"Untuk menjadi manusia yang seutuhnya anak harus diberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang seluas-luasnya, baik secara fisik, psikis maupun sosial," ujarnya.

Dijelaskan dia, ironisnya data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah anak terlantar di Indonesia mencapai 5,4 juta orang. Sebanyak 232 ribu orang merupakan anak jalanan. Pembuangan dan penelantaran bayi juga menjadi masalah serius yang membutuhkan penanganan dengan keahlian khusus, cepat dan efektif.

Lembaga rujukan yang memiliki spesifikasi pengasuhan bayi di Indonesia masih sangat

terbatas baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun masyarakat. Selain itu, fenomena kasus tindak kekerasan terhadap anak termasuk kejahatan seksual semakin meningkat. Masih menurut KPAI, kekerasan pada anak selalu meningkat setiap tahun.

"Pada rentang waktu antara 2011-2014 menunjukkan peningkatan yang signifikan. Tahun 2011 terjadi 2.178 kasus kekerasan, 2012 ada 3.512 kasus, 2013 ada 4.311 kasus, 2014 ada 5.066 kasus, dimuat di Harian Terbit pada Minggu (14/6/2015)," terangnya.

Ia berpandangan, trauma mendalam akan dialami oleh anak korban kekerasan dan kejahatan seksual sepanjang hidupnya. Bahkan banyak kasus menunjukkan para korban kekerasan seksual pada usia anak mengalami perkembangan penyimpangan seksual pada usia dewasanya, dan itu sangat sulit untuk disembuhkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement