REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi PDI Perjuangan Arteria Dahlan menilai, tidak ada pelanggaran terhadap undang-undang Pilkada maupun ketentuan peraturan perundang-undangan dalam rencana penunjukan Plt Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara. Menurut dia, penunjukan oleh Mendagri berdasarkan UU No 10 Tahun 2016 UU Pilkada.
Selain itu Permendagri No 1 Tahun 2018 Pasal 4 ayat 2 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara. ''Faktanya kan jelas, di Jabar dan Sumut, kan ada pilkada, pemungutan suara tanggal 27 Juni 2018, sedangkan Akhir Masa Jabatan Gubernur akan habis sebelum hadirnya Gubernur terpilih melalui pilkada,'' ucap Arteria, Jumat (26/1).
Menurut dia, berdasarkan UU No 10 Tahun 2016, terbit kewenangan Mendagri untuk mengisi posisi jabatan Gubernur yang kosong, dengan mengusulkan pengangkatan pejabat Gubernur. Jadi, Mendagri dalam melakukan perbuatan hukum mengusulkan dua nama tersebut telah bertindak sesuai kewenangan yang diatur oleh UU.
Tidak hanya itu, ternyata didalam mengusulkan dua nama tersebut, Mendagri juga telah mendasarkan pada ketentuan Pasal 4 Ayat 2 Permendagri No 1 Tahun 2018, yang mengatur bahwa Plt Gubernur berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya atau setingkat di lingkup pemerintah pusat atau provinsi sampai pelantikan Gubernur.
''Jadi sangat clear legal basis dan legal ground-nya, khususnya terkait terbitnya kewenangan dan legalitas perbuatan hukum yangg dilakukan Mendagri atas fakta belum adanya gubernur baru yang menggantikan posisi gubernur di Jawa Barat dan Sumatra Utara dikarenakan Pilkada di dua provinsi itu baru dimulai pada akhir Juni,'' ucapnya.
Arteria yang juga anggota Komisi III DPR menambahkan, Kemdagri memiliki wewenang dalam menunjuk Pelaksana Tugas (Plt) maupun Penjabat Sementara (Pjs) gubernur tiap provinsi, sehingga usulan penunjukan Plt/Pjs merupakan muntlak menjadi kewenangan Kemendagri. Walaupun demikian, kewenangan tersebut tetap mengacu pada ketentuan Pasal 201 ayat 10 UU 10/2016 dan ketentuan 4 Ayat 2 Permendagri No 1 Tahun 2018, dimana Pejabat Gubernur yang diusulkan haruslah berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya atau setingkat di lingkup pemerintah pusat atau provinsi.
''Jadi permasalahannya bukan mereka dari Institusi Polri atau bukan, permasalahannya adalah apakah Asisten Operasi (Asops) Kapolri, Irjen Pol Mochamad Iriawan menjadi Penjabat Gubernur Jawa Barat. Sedangkan Kepala Divisi Propam Polri Irjen Pol Martuani Sormin diperbolehkan secara hukum negara atau tidak? karena setiap orang, siapapun yang memenuhi syarat menurut UU 10/2016 pasal 201 ayat 10, demi hukum berhak untuk diajukan sebagai pejabat gubernur,'' ujarnya.