Kamis 01 Feb 2018 10:01 WIB

Penggunaan Formalin dalam Pengolahan Ikan, Bolehkah?

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa tentang hal ini pada 2012.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Agung Sasongko
Barang bukti ikan impor asal China yang mengandung formalin di Mapolda Lampung, Senin (15/5).
Foto: Antara/Ardiansyah
Barang bukti ikan impor asal China yang mengandung formalin di Mapolda Lampung, Senin (15/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Ikan mempunyai kandungan protein tinggi, sehingga baik untuk dikonsumsi. Dalam ilmu kesehatan, ikan juga disebut sebagai makanan yang menyehatkan. Islam pun telah menganjurkan agar mengonsumsi makanan yang sehat serta mencegah penggunaan bahan membahayakan.

Apalagi, kekayaan laut Indonesia me nyimpan ragam jenis ikan dari Sabang sampai Merauke dengan ketersediaan ikan yang berlimpah. Ikan juga jenis hewan yang halal untuk dikonsumsi. Namun, bagaimana hukumnya jika terdapat penyalahgunaan formalin dan bahan berbahaya lainnya dalam penanganan dan pengolahan ikan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa tentang hal ini pada 2012. Fatwa tersebut dikeluarkan atas penemuan di lapangan tentang penyalahgunaan formalin dan zat berbahaya untuk pengawetan.

Berbagai rujukan diambil oleh MUI dalam mengeluarkan fatwa tersebut antara lain dari firman Allah SWT surah an- Nahl ayat 14 yang berbunyi, Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan).

Kemudian surah al-Maidah ayat 96, Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal dari)laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan. Kedua firman Allah tersebut menjelaskan tentang hasil laut.

Sementara firman Allah lainnya yang memerintahkan makan makanan yang halal dan sehat antara lain surah al-Baqarah ayat 168, Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

MUI juga merujuk kepada firman Allah yang menjelaskan tentang larang an menjurumuskan diri dalam kebinasaan, seperti dalam surah al-Baqarah ayat 195 ... Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Firman Allah yang menerangkan tentang keharaman barang-barang yang buruk yaitu surah al-A'raf ayat 157, Yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.

Kemudian MUI juga merujuk ke pada firman Allah yang menjelaskan tentang larangan menyakiti orang dan larangan memakan harta dengan cara yang batil dan larangan membinasakan diri (dengan perbuatan salah oleh diri sendiri). Seperti dalam Alquran surah al-Ahzab ayat 58 dan surah an-Nisa ayat 29.

Beberapa hadis Nabi Muhammad SAW juga diambil rujukan MUI antara lain yang menerangkan tentang keha- lalan binatang laut, termasuk ikan. Dari Abi Hurairah RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda mengenai air laut: Ia suci airnya halal bangkai (hewan)-nya. (HR al-Arba'ah dan Ibnu Khuzaymah dan at-Tirmidzi).

Hadis nabi yang menerangkan tanda orang Muslim adalah memberi rasa aman bagi orang lain. Dari `Abdillah ibnu `Umar RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: Seorang Muslim adalah orang yang menyelematkan muslim yang lain dari lisan dan tangannya..(HR al-Bukhari dan Muslim).

Ijma ulama mengenai haramnya penipuan dalam jual beli juga menjadi rujukan MUI. Termasuk beberapa kaidah fikih antara lain berbunyi, Bahaya itu harus dihilangkan. Kaidah fikih lainnya yaitu, Segala mudarat (bahaya)harus dihindarkan sedapat mungkin.

Pendapat ulama, keputusan ijtima ulama komisi fatwa se-Indonesia IV tahun 2012, kunjungan tim komisi fatwa ke beberapa tempat pengolahan ikan juga menjadi rujukan dikeluarkan fatwa ini. Di samping itu, hasil beberapa diskusi tentang pengolahan ikan dan beberapa makanan pun tak luput dari rujukan.

Dari referensi tersebut, MUI kemu- dian mengeluarkan fatwa dalam segi hu kum, yaitu pada dasarnya ikan halal. Na mun, penanganan dan pengolahan- nya wajib memerhatikan aspek ke aman an dan standar kesehatan bagi ma nusia. Penggunaan formalin dan ba haya lainnya dalam penanganan dan peng olahan ikan yang membahayakan kesehatan dan jiwa hukumnya haram. Begitu pun apabila memproduksi dan memperda- gangkannya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement