REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) tahun ini akan mulai fokus menggenjot pendapatan berbasis komisi atau fee based income (FBI). Pasalnya pada 2017, FBI tercatat masih di bawah Rp 2 triliun atau sekitar Rp 1,8 triliun.
"Angka itu baru sekitar enam sampai tujuh persen dari total pendapatan BTN pada 2017. Makanya mau kita kejar lagi," ujar Direktur Consumer Banking BTN Budi Satria kepada wartawan di Jakarta, Kamis, (1/2).
Budi menyatakan, pada 2018 FBI ditargetkan bisa mencapai 10 persen dari total pendapatan perseroan. "Kalau (target) bank lain mungkin lebih tinggi, kalau kita baru mulai kejar tahun ini. Tahun lalu pertumbuhan fee based masih di bawah dua digit jadi kita harap 2018 lebih bagus lagi," tuturnya.
Beberapa strategi untuk meningkatkan FBI pun sudah disiapkan perusahaan. Di antaranya dengan mengembangkan berbagai produk baru serta memaksimalkan produk yang sudah ada bancassurance, bank garansi, simpanan, pinjaman, layanan digital, serta lainnya.
Menurutnya, salah satu yang harus dikembangkan pada tahun ini yakni layanan digital. Pasalnya nasabah yang memanfaatkan layanan konvensional kini hanya 20 persen, sebanyak 80 persennya lebih memilik bertransaksi lewat digital channel seperti ATM, e-banking, mobile banking, dan sebagainya.
"Tahun ini harapannya kita dorong layanan digital BTN kita menjadi lebih lengkap dan bisa luncurkan produk digital baru. Ya karena sekarang digital basic services bukan barang mewah lagi jadi harus dikembangkan," tutur Budi.
Pada kuartal III 2017, BTN mencetak laba bersih sebesar Rp 2 triliun. Angka itu naik 24 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang hanya Rp 1,62 triliun.
Angka itu disumbang oleh pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) yang naik 16,95 persen year on year (yoy) dari Rp 5,59 triliun pada September 2016 menjadi Rp 6,54 triliun pada September 2017. Peningkatan NII tersebut berasal dari peningkatan kredit serta pembiayaan.