REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarief mengapreasiasi langkah DPR yang meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit dana Otsus Papua. Meski terbilang telat, Syarief menyatakan audit ini penting lantaran sudah banyak pihak yang mengeluhkan mengenai ketidaktepatan pengelolaan dana Otsus dan APBD Papua ini.
"Langkah BPK untuk audit dana Otsus walaupun telat perlu diapresiasi. Ketidaktepatan peruntukan dana Otsus dan APBD Papua sudah lama dikeluhkan banyak pihak tapi hasil audit BPK tahun 2016 dan 2017 dinyatakan WTP," kata Syarief saat dikonfirmasi, Jumat (2/2).
Menurut Syarief, KPK telah dan sedang melakukan pendampingan supervisi dengan Papua dan Papua Barat sejak 2016 lalu. Namun, sejumlah rekomendasi KPK yakni menerapkan sistem e-planning, e-budgeting dan e-procurement terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan satu pintu dan peningkatan kapasitas inspektorat belum dijalankan sepenuhnya.
"KPK sedang mendampingi untuk memastikan rekomendasi KPK ditindaklanjuti oleh Provinsi Papua," ujarnya.
Syarief mengakui belum dijalankannya rekomendasi yang disodorkan KPK menunjukkan belum adanya keseriusan dari Pemprov Papua dan Papua Barat untuk membangun sistem pencegahan korupsi. Syarief menegaskan, KPK tak segan melakukan proses penegakan hukum jika ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya penyimpangan dan penyelewengan yang terjadi di kedua provinsi itu.
Diketahui, Papua dan Papua Barat telah menerima Rp 67 triliun dana Otsus dari pemerintah pusat. Saat ini pun, KPK sedang mengusut kasus dugaan korupsi proyek pengadaan pekerjaan peningkatan jalan Kemiri-Depapre, Jayapura pada APBDP Papua tahun anggaran 2015 yang menjerat Kadis PU Papua, Maikel Kambuaya dan bos PT Bentuni Energy Persada, David Manibui. Selain itu, KPK juga sedang bekerja sama dengan pihak kepolisian terkait kasus dugaan korupsi di sejumlah daerah di Papua maupun Papua Barat.
Sebelumnya, Kepala BPK Perwakilan Papua Beny Ruslandi mengatakan dari hasil pemeriksaan yang dilakukan diketahui penggunaan dana otonomi khusus (otsus) di Papua belum optimal. BPK Papua kemudian menyarankan penggunaan dana otsus disertai perencanaan matang sehingga manfaatnya dapat menyentuh masyarakat.
"Beberapa proyek yang didanai melalui dana otsus tidak terukur sehingga terkesan mubazir," kata Beny di Jayapura, Kamis (1/2).
Beny mengatakan, pemeriksaan yang dilakukan BPK Papua belum bersifat investigasi dan hanya dilakukan di beberapa kabupaten dan tingkat provinsi. Hasilnya, penggunaan dana otsus tidak melalui perencanaan yang matang, misalnya puskesmas yang dibangun lokasinya jauh dari pemukiman dan akses jalan sehingga masyarakat kesulitan menjangkaunya.
"Dalam rekomendasi BPK Papua telah diminta agar kegiatan yang dibiayai melalui dana otsus direncanakan sebaik mungkin sehingga selain fisiknya yang tuntas juga manfaatnya dirasakan masyarakat," kata Beny.
Ia mengaku belum melakukan investigasi tentang penggunaan dana otsus disebabkan belum ada laporan tentang penyalahgunaan dana tersebut. Selain itu, program otsus sudah hampir berakhir sehingga BPK Papua masih menunggu kebijakan pemerintah apakah diperpanjang atau ada program lain.
"BPK Papua hanya melakukan pemeriksaan secara sampel terhadap penggunaan dana otsus yang dirasakan masyarakat," kata Beny.